SOSIALISASI


Hasan Mustafa

Ketika bayi dilahirkan, dia tidak tahu apa-apa tentang diri dan lingkungannya. Walau begitu, bayi tersebut memiliki potensi untuk mempelajari diri dan lingkungannya. Apa dan bagaimana dia belajar, banyak sekali dipengaruhi oleh lingkungan sosial di mana dia dilahirkan. Kita bisa berbahasa Indonesia karena lingkungan kita berbahasa Indonesia; kita makan menggunakan sendok dan garpu, juga karena lingkungan kita melakukan hal yang sama; Demikian pula apa yang kita makan, sangat ditentukan oleh lingkungan kita masing-masing.

Sosialisasi adalah satu konsep umum yang bisa dimaknakan sebagai sebuah proses di mana kita belajar melalui interaksi dengan orang lain, tentang cara berpikir, merasakan, dan bertindak, di mana kesemuanya itu merupakan hal-hal yang sangat penting dalam menghasilkan partisipasi sosial yang efektif. Sosialisasi merupakan proses yang terus terjadi selama hidup kita.

Syarat Terjadinya Sosialisasi

Pada dasarnya, sosialisasi memberikan dua kontribusi fundamental bagi kehidupan kita. Pertama, memberikan dasar atau fondasi kepada individu bagi terciptanya partisipasi yang efektif dalam masyarakat, dan kedua memungkinkan lestarinya suatu masyarakat – karena tanpa sosialisasi akan hanya ada satu generasi saja sehingga kelestarian masyarakat akan sangat terganggu..Contohnya, masyarakat Sunda, Jawa, Batak, dsb. akan lenyap manakala satu generasi tertentu tidak mensosialisasikan nilai-nilai kesundaan, kejawaan, kebatakan kepada generasi berikutnya. Agar dua hal tersebut dapat berlangsung maka ada beberapa kondisi yang harus ada agar proses sosialisasi terjadi. Pertama adanya warisan biologikal, dan kedua adalah adanya warisan sosial.

  1. Warisan dan Kematangan Biologikal .

Dibandingkan dengan binatang, manusia secara biologis merupakan makhluk atau spesis yang lemah karena tidak dilengkapi oleh banyak instink. Kelebihan manusia adalah adanya potensi untuk belajar dari pengalaman-pengalaman hidupnya. Warisan biologis yang merupakan kekuatan manusia, memungkinkan dia melakukan adaptasi pada berbagai macam bentuk lingkungan. Hal inilah yang menyebabkan manusia bisa memahami masyarakat yang senantiasa berubah, sehingga lalu dia mampu berfungsi di dalamnya, menilainya, serta memodifikasikannya. Namun tidak semua manusia mempunyai warisan biologis yang baik, sebab ada pula warisan biologis yang bisa menghambat proses sosialisasi. Manusia yang dilahirkan dengan cacat pada otaknya atau organ tubuh lainnya (buta, tuli/bisu, dsb.) akan mengalami kesulitan dalam proses sosialisasi.

Proses sosialisasi juga dipengaruhi oleh kematangan biologis (biological maturation), yang umumnya berkembang seirama dengan usia biologis manusia itu sendiri. Misalnya, bayi yang usianya empat minggu cenderung memerlukan kontak fisik, seperti ciuman, sentuhan, pelukan. Begitu usianya enambelas minggu maka dia mulai bisa membedakan muka orang lain yang dekat dengan

*) Disadur dari ”Early Socialization” Wiggins, Wiggins & Zanden, 1994.

dirinya, dan lalu mulai bisa tersenyum. Pada usia tiga bulan, seorang bayi jangan diminta untuk berjalan atau pun berhitung, berpakaian, dan pekerjaan lainnya. Semua itu akan sia-sia, menghabiskan waktu karena secara biologis, bayi tersebut belum cukup matang. Dengan demikian warisan dan kematangan biologis merupakan syarat pertama yang perlu diperhatikan dalam proses sosialisasi.

  1. 2. Lingkungan yang menunjang.

Sosialisasi juga menuntut adanya lingkungan yang baik yang menunjang proses tersebut, di mana termasuk di dalamnya interaksi sosial. Kasus di bawah ini dapat dijadikan satu contoh tentang pentingnya lingkungan dalam proses sosialisasi. Susan Curtiss (1977) menaruh minat pada kasus anak yang diisolasikan dari lingkungan sosialnya. Pada tahun 1970 di California ada seorang anak berusia tigabelas tahun bernama Ginie yang diisolasikan dalam sebuah kamar kecil oleh orang tuanya. Dia jarang sekali diberi kesempatan berinteraksi dengan orang lain. Kejadian ini diketahui oleh pekerja sosial dan kemudian Ginie dipindahkan ke rumah sakit, sedangkan orang tuanya ditangkap dengan tuduhan melakukan penganiayaan dengan sengaja. Pada saat akan diadili ternyata ayahnya bunuh diri.

Ketika awal berada di rumah sakit, kondisi Ginie sangat buruk. Dia kekurangan gizi, dan tidak mampu bersosialisasi. Setelah dilakukan pengujian atas kematangan mentalnya ternyata mencapai skor seperti kematangan mental anak-anak berusia satu tahun. Para psikolog, akhli bahasa, akhli syaraf di UCLA (Universitas California) merancang satu program rehabilitasi mental Ginie. Empat tahun program tersebut berjalan ternyata kemajuan mental Ginie kurang memuaskan. Para akhli tersebut heran mengapa Ginie mengalami kesukaran dalam memahami prinsip tata bahasa, padahal secara genetis tidak dijumpai cacat pada otaknya. Sejak dimasukan ke rumah sakit sampai dengan usia dua puluh tahun, Ginie dilibatkan dalam lingkungan yang sehat, yang menunjang proses sosialisasi. Hasilnya, lambat laun Ginie mulai bisa berpartisipasi dengan lingkungan sekitarnya.

Penelitian lain dilakukan oleh Rene Spitz (1945). Dia meneliti bayi-bayi yang ada di rumah yatim piatu yang memperoleh nutrisi dan perawatan medis yang baik namun kurang memperoleh perhatian personal. Ada enam perawat yang merawat empat puluh lima bayi berusia di bawah delapan belas bulan. Hampir sepanjang hari, para bayi tersebut berbaring di dalam kamar tidur tanpa ada “human-contact”. Dapat dikatakan, bayi-bayi tersebut jarang sekali menangis, tertawa, dan mencoba untuk bicara. Skor tes mental di tahun pertama sangat rendah, dan dua tahun kemudian penelitian lanjutan dilakukan dan ditemukan di atas sepertiga dari sembilan puluh satu anak-anak meninggal dunia. Dari apa yang ditemukannya, Spitz menarik kesimpulan bahwa kondisi lingkungan fisik dan psikis seorang bayi pada tahun pertama sangat mempengaruhi pembentukan mentalnya. Bayi pada saat itu sangat memerlukan sentuhan-sentuhan yang memunculkan rasa aman – kehangatan, dan hubungan yang dekat dengan manusia dewasa – sehingga bayi dapat tumbuh secara normal  di usia-usia selanjutnya.

Apa yang disosialisasikan ? : Budaya .

Anak dilahirkan dalam dunia sosial. Mereka merupakan anggota baru di dunia tersebut. Dari kacamata masyarakat, fungsi sosialisasi adalah mengalihkan segala macam informasi yang ada dalam masyarakat tersebut kepada anggota-anggota barunya agar mereka dapat segera dapat berpartisipasi di dalamnya.

Berdasarkan pengalaman yang kita miliki, banyak aspek-aspek kehidupan kita relatif stabil dan bisa diprediksi. Jalan-jalan yang cenderung padat di pagi hari, orang berlibur di akhir pekan,  anak-anak usia enam tahun mulai bersekolah, tata letak bangunan fisik suatu kota – ada alun-alun, pusat perbelanjaan, terminal bis, dsb., makan tiga kali dalam satu hari. Kesemua perilaku masyarakat tadi sudah membentuk satu pola perilaku umum yang secara teratur terjadi setiap hari. Keteraturan yang relatif stabil tersebut mengembangkan satu pola interaksi sebagai satu bentuk dari budaya. Budaya atau kebudayaan adalah keseluruhan hal yang yang diciptakan oleh unit-unit sosial di mana setiap anggota unit sosial tersebut memberikan makna yang relatif sama pada hal-hal tadi; keyakinannya, nilai, norma, pengetahuan, bahasa, pola interaksi, dan juga hal-hal yang berkaitan dengan sarana fisik, seperti bangunan, mobil, baju, buku.

Komponen atau unsur Budaya

Nilai adalah prinsip-prinsip etika yang dipegang dengan kuat oleh individu atau kelompok sehingga mengikatnya dan lalu sangat berpengaruh pada perilakunya. Nilai berkaitan dengan gagasan tentang baik dan buruk, yang dikehendaki dan yang tak dikehendaki. Nilai membentuk norma, yaitu aturan-aturan baku tentang perilaku yang harus dipatuhi oleh setiap anggota suatu unit sosial sehingga ada sanksi negatif dan positif. Norma sendiri ada berbagai tingkatan , yaitu adat istiadat (folkways) – cara makan, cara berpakaian, – anggota yang tidak melaksanakannya “hanya” kena sanksi sosial mis : dianggap aneh, “nyleneh”;  “mores” – aturan bisa tidak tertulis namun sanksinya relatif berat  – misalnya telanjang bulat di depan kelas akan dianggap gila ;  dan hukum (laws) – aturannya tertulis dan perlanggarnya bisa diperjarakan. Selain nilai dan norma, satu unsur budaya lainnya adalah peran. Peran atau peranan adalah seperangkat harapan atau tuntutan kepada seseorang untuk menampilkan perilaku tertentu karena orang tersebut menduduki suatu status sosial tertentu.

Siapa yang mensosialisasikan budaya ? : Agen Sosialisasi

Institusi. Institusi adalah satu bentuk unit sosial yang memfokuskan pada pemenuhan satu bentuk kebutuhan masyarakat. Misalnya sekolah, keluarga, agama. Mass-media : koran, majalah, televisi, radio. Individu dan kelompok – kakak, adik, ayah, ibu, teman, guru, kelompok hobi, korpri, dharmawanita, dsb.

Bagaimana cara mensosialisasikan budaya ?

Sosialisasi melibatkan proses pembelajaran . Pembelajaran tidak sekedar di sekolah formal, melainkan berjalan di setiap saat dan di mana saja. Yang dimaksud dengan belajar atau pembelajaran adalah modifikasi perilaku seseorang yang relatif permanen yang diperoleh  dari pengalamannya di dalam lingkungan sosial/ fisik. Seseorang selalu mengucapkan salam pada saat bertemu orang lain yang dikenalnya; perilaku tersebut merupakan hasil belajar yang diperoleh dari lingkungan di mana dia dibesarkan. Demikin pula seorang yang suka makan “jengkol/jering”, mereka belajar dari lingkungannya.

Ada tiga teori yang relatif kuat yang dapat menjelaskan proses pembelajaran dalam sosialisasi. Pertama adalah teori pembelajaran sosial (social learning theory), kedua teori perkembangan individu (developmental theory), dan ketiga teori interaksi simbolis (symbolic interaction theory).

 

A. Berdasarkan teori pembelajaran sosial, pembelajaran terjadi melalui dua cara. (1) dikondisikan, dan (2) meniru perilaku orang lain. Tokoh utama pendekatan pertama adalah B.F. Skinner (1953), yang terkenal dengan konsep operant conditioning – Berdasarkan berbagai percobaan melalui tikus dan merpati, Skinner memperkenalkan konsepnya tersebut. Perilaku  yang sekarang ditampilkan merupakan hasil konsekuensi positif atau negatif dari perilaku yang sama sebelumnya. Seorang anak rajin belajar karena  memperoleh hadiah dari orang tuanya. Seorang murid yang mempeoleh nilai baik, dipuji-puji di depan orang banyak. Memuji, memberi imbalan, merupakan cara untuk memunculkan bentuk perilaku tertentu. Memarahi, memberi hukuman, merupakan cara untuk menghilangkan perilaku tertentu. Dengan demikian jika generasi awal ingin melestarikan berbagai bentuk perilaku kepada generasi sesudahnya, maka kepada setiap perilaku yang dianggap perlu dilestarikan harus diberikan imbalan. Seorang anak diminta berdoa sebelum makan, dan setelah selesai berdoa, orang tuanya memujinya .

Pendekatan kedua dikenal dengan nama “observational learning”. Tokoh di balik konsep tersebut adalah Albert Bandura. Inti perndekatan ini adalah bahwa perilaku seseorang diperoleh melalui proses peniruan perilaku orang lain. Individu meniru perilaku orang lain karena konsekuensi yang diterima oleh orang lain yang menampilkan perilaku tersebut positif, dalam pandangan individu tadi. Jika kita ingin mensosialisasikan hidup secara teratur, disiplin, maka caranya adalah memberikan contoh. Di samping itu bisa juga menciptakan model yang layak untuk ditiru.

B.  Berdasarkan teori-teori perkembangan, pembelajaran , sosialisasi di tahap awal melibatkan serangkaian tahapan. Setiap tahap akan memunculkan bentuk perilaku tertentu dan setiap manusia perilakunya berkembang melalui tahapan yang sama. Misalnya, tahap perkembangan yang dikemukakan oleh Erik Ericson (1950), ada delapan tahapan. Tahap pertama pengembangan rasa percaya pada lingkungan, tahap kedua pengembangan kemandirian, tahap ketiga pengembangan inisiatif, tahap keempat pengembangan kemampuan psikis dan pisik, tahap kelima pengembangan identitas diri. Kelima tahapan tersebut terjadi pada saat sosialisasi di masa kanak-kanak. Tahap perkembangan setelah itu adalah tahap keenam merupakan pengembangan hubungan dengan orang lain secara intim, tahap ketujuh pengembangan pembinaan keluarga/keturunan, dan tahap kedelapan pengembangan penerimaan kehidupan.

Interaksi dengan manusia lain dalam proses sosialisasi merupakan satu keharusan. Interaksi senantiasa mengandalkan proses komunikasi, dan salah satu alat komunikasi adalah bahasa. Kapasitas seseorang berbahasa dipengaruhi oleh akar biologis yang sangat dalam, namun  pelaksanaan kapasitas tersebut sangat ditentukan oleh lingkungan budaya di mana kita dibesarkan. Berdasarkan teori perkembangan ada beberapa tahapan yang harus dilalui. Tahap pertama adalah di tahun pertama, yaitu tahapan sebelum seorang anak berbahasa (prelinguistic stage). Disebut sebagai “sebelum berbahasa” karena bunyi yang dikeluarkan belum disebut kata-kata. Misalnya : “a-a-a-a, det-det-det, ga-ga-ga, “. Tahap kedua adalah tahap di mana anak sudah mulai belajar berjalan (toddlers). Mulai belajar bicara, misalnya “tu-tu” untuk kata “itu”; “dul” untuk kata “tidur”, “mi-mi” untuk kata “minum”, dst.  Di samping bahasa verbal, dalam tahapan itu juga, anak juga sudah mulai menggunakan bahasa nonverbal (body language). Menganggukan kepala untuk mengatakan ya, menunjuk dengan jari untuk mengatakan itu, dsb.  Tahap ketiga : sebelum masuk sekolah. Anak sudah bisa bicara dengan kata-kata dan struktur bahasa yang sederhana. dan terbatas pada apa yang diajarkan oleh keluarga. Tahap berikutnya terjadi setelah anak mulai sekolah. Dalam tahapan ini anak memperoleh perbendaharaan kata yang lebih banyak. Mereka juga belajar menyusun kata-kata secara lebih benar sesuai dengan ejaan yang secara umum digunakan oleh masyarakat luas.

Selain perkembangan dalam hal-hal tersebut sebelumnya, manusia mengalami perkembangan moral (moral development). Salah satu konsep yang banyak dibahas adalah terori yang dikemukakan oleh Lawrence Kohlberg (1984). Lihat lampiran.

  1. C. Berdasarkan teori interaksi simbolis

Asal teori ini dari disiplin sosiologi, yaitu satu teori yang memusatkan pada kajian tentang bagaimana individu menginterpretasikan dan memaknakan interaksi-interaksi sosialnya. Di dalam teori ini ditekankan bagaimana peran aktif seorang anak dalam sosialisasi. Sejak masa kanak-kanak, kita belajar mengembangkan kemampuan diri (mengevaluasi diri, memotivasi diri, mengendalikan diri). Menurut Herbert Mead (1934) ada tiga proses tahapan pengembangan diri yang memungkinkan seorang anak menjadi mampu berpartisipasi penuh dalam kehidupan sosial. Tahap pertama adalah preparatory stage, tahap kedua play stage, dan tahap terakhir adalah game stage.

Pada tahapan pertama, anak belum mampu memandang perilakunya sendiri. Mereka meniru perilaku orang lain yang ada di sekitarnya dan mencoba memberikan makna. Anak juga mulai belajar menangkap makna dari bahasa yang digunakannya. Pada tahapan kedua, anak mulai belajar berperan seperti orang lain. Berperilaku seperti ayahnya, ibunya, guru, dsb. Melalui bermain peran yang beraneka ragam itu anak mempelajari pola-pola perilaku individu lainnya . Tahap ketiga merupakan tahapan di mana anak melatih ketrampilan sosialnya. Dia belajar bagaimana memenuhi harapan orang lain yang jumlahnya tidak hanya satu. Memenuhi harapan teman-temannya, kelompok bermainnya, kelompok belajarnya, dsb.

Konsep ‘Bangsa’ Bagi Orang Melayu.


Saya seorang nasionalis, dan patriot. Patriot saya kepada bangsa Melayu sangat tinggi. Saya tidak rasa ini satu assabiyah dan tidak bercanggah dengan Islam. Islam merupakan deen, a way of life dan saya tidak ada masalah menjadi Melayu dan menjalani way of life yang Allah redha melalui panduan yang diturunkan dalam Quran. Menjadi nasionalis bukan satu isu pun sebenarnya.

Menjadi nasionalis bukan bererti saya merasakan bangsa saya yang terbaik, atau seperti konsep Israel sebagai a choosen race. Saya cuma ingin lihat bangsa saya maju dan berjaya. Bahkan sesama muslimin saya ingin lihat Melayu gagah dan perkasa lantas boleh menjadi teras kepada Islam.

Malangnya, ramai orang Melayu dan terutama remaja terkeliru tentang ini. Mereka mengatakan konsep bangsa tidak boleh mengatasi Islam. Seperti saya katakan diatas, ini bukan isu pun, terutama di Malaysia. Malaysia meletakkan dalam perlembagaan bahawa Melayu itu adalah beragama Islam. Jika Melayu kuat di Malaysia, maka Islam juga turut kuat

Sekarang saya sedang membaca buku ‘The Malays’ oleh Anthony Milner. Milner merupakan seorang professor dari Australia dalam pengajian Sejarah Asia. Kemudian saya faham mengapa sejak dari awal Melayu sering keliru dengan identiti bangsanya. Namun demikian, saya tidak sepenuhnya setuju apa yang diperkatakan oleh Milner tetapi ada hujah-hujah yang menarik yang mengujakan untuk dibincang.

Pertama, Melayu satu istilah yang longgar digunakan, dan tidak disedari oleh golongan yang dinamakan Melayu itu sendiri hingga kuasa Barat datang. Kedua, konsep Melayu ini berkait rapat dengan sistem feudal yang mana berpaksikan raja atau sultan dan konsep ke’raja’an.  Ketiga, Melayu tidak didefinasikan berdasarkan keturunan atau nasab, lebih kepada golongan yang bertutur bahasa yang sama, mengamal budaya sama dan dalam ke’raja’an tertentu. Dan yang terbaru, menjadi Islam untuk diterima sebagai Melayu di Malaysia menambahkan lagi kompleksiti konsep yang sudah sememangnya ruwet.

Hanya Melayu Malaysia dan Brunei yang boleh menjadi model kuasa yang mereka miliki sendiri, menurut Milner. Melayu Singapura, Melayu Sri Lanka dan Cape Town sebagai contoh, menjadi etnik minoriti dan tidak dapat mencorakkan masa depan politik mereka sendiri.

Sementara di Indonesia, mendefinisikan Melayu dari negara itu sangat complicated. Pertama, sejak merdeka Sukarno lebih menekankan bangsa Indonesia, lalu Melayu menjadi minoriti. Melayu di Indonesia menetap di Sumatera namun beberapa etnik seperti Batak, Karo bahkan Minangkabau enggan mengaku kemelayuan mereka. Mereka pernah menjadi ‘melayu’ dibawah kerajaan Melayu seperti Sriwijaya dan Deli, tetapi setelah kedua kerajaan itu pupus, mereka tidak menganggap mereka sebagai Melayu lagi.

Ini contoh klasik bagaimana ke’raja’an Melayu mendefinasikan subjek mereka sebagai Melayu tanpa mengikut keturunan mereka. Apa lagi dalam kes Karo dan Batak majoriti mereka adalah Kristian.

Di sini Melayu berbeza dengan kaum Cina. Cina sangat menitikberatkan nasab dan keturunan mereka dengan dibantu oleh nama marga atau surname. Kita boleh lihat dari segi budaya, walau mereka beragama sama ada Islam, Kristian dan Budha, kaum Cina tetap menyambut Tahun baru kalendar Cina.

Sebelum kedatangan Barat, konsep ‘bangsa’ bagi Melayu bukan merujuk kepada race, tetapi kepada tingkat susila dalam ke’raja’an. Bangsa bagi Melayu adalah ‘bangsa wan’ atau aristokrat, ‘bangsa raja’, ‘bangsa hamba’ dan sebagainya. Ini punca Melayu lemah dalam memahami bangsanya sendiri.

Dalam posting akan datang, saya akan huraikan mobiliti ‘Melayu’ yang sering mendefinasikan ke’raja’an bukan berdasarkan ‘tanah air’ tetapi ‘kingdom’ yang diperintah oleh seseorang raja Melayu. Ini juga punca mengapa Melayu sering mengabaikan harta dan tanah kerana tidak seperti kaum Cina, bagi Melayu tanah hanya untuk diguna bukan di miliki,

Bersambung.

SUMBER : sribuana.blogspot.com

Sultan Pahang dipilih Agong Ke-16, Sultan Perak kekal timbalan


 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

KUALA LUMPUR: Sultan Pahang, Al-Sultan Abdullah Ri’ayatuddin Al-Mustafa Billah Shah Ibni Sultan Haji Ahmad Shah Al Musta’in Billah Shah, hari ini dipilih sebagai Yang di-Pertuan Agong yang baharu bagi tempoh lima tahun berkuat kuasa 31 Januari 2019.

Pemilihan Seri Paduka Baginda dibuat pada Mesyuarat Majlis Raja-Raja ke-251 (Khas) di Istana Negara hari ini.

Baginda menggantikan Sultan Muhammad V yang meletak jawatan sebagai Yang di-Pertuan Agong ke-15 berkuatkuasa 6 Januari lalu selepas memegang tampuk pemerintahan negara sejak 13 Disember 2016.

Mesyuarat terbabit turut memilih Sultan Perak, Sultan Nazrin Muizzuddin Shah, sebagai Timbalan Yang di-Pertuan Agong bagi tempoh sama, menurut kenyataan Penyimpan Mohor Besar Raja-Raja, Tan Sri Syed Danial Syed Ahmad, hari ini.

Sultan Perak dipilih sebagai Timbalan Yang di-Pertuan Agong – Penyimpan Mohor Besar Raja-Raja. – Foto BERNAMA
Kenyataan penuh Penyimpan Mohor Besar Raja-Raja berkenaan pemilihan Yang di-Pertuan Agong XVI dan Timbalan Yang di-Pertuan Agong.

Mesyuarat Khas Majlis Raja-Raja, yang dipengerusikan oleh Sultan Terengganu, Sultan Mizan Zainal Abidin, dihadiri oleh kesemua Sultan dan Raja Melayu kecuali Kelantan.

Kenyataan itu menyebut, menurut peruntukan Paragraf 3, Bahagian Pertama Jadual Ketiga Perlembagaan, keputusan Majlis Raja-Raja sudah dikemukakan kepada kedua-dua Dewan Parlimen.

“Perdana Menteri juga telah dimaklumkan,” kata Syed Danial.

Penyimpan Mohor Besar Raja-Raja dalam kenyataan pada 7 Januari berkata Majlis Raja-Raja memutuskan istiadat melafaz sumpah jawatan dan menandatangani surat memegang jawatan Yang di-Pertuan Agong baharu dan Timbalan Yang di-Pertuan Agong ditetapkan pada 31 Januari ini. – BERNAMA

KONSEP MASYARAKAT MAJMUK DI MALAYSIA


KONSEP MASYARAKAT MAJMUK
Sebuah masyarakat majmuk merupakan satu masyarakat yang muncul akibat daripada dasar-dasar kolonial di mana penghijrahan penduduk mengikut kehendak-kehendak sistem ekonomi, politik dan sosial, menurut J.S.Furnivall (1939). Oleh itu, ia telah mewujudkan kelompok-kelompok yang terdiri daripada pelbagai ragam dalam satu kelompok unit politik. Kelompok-kelompok pelbagai ragam dalam sebuah masyarakat majmuk itu bercampur tetapi tidak bergabung tambah J.S.Furnivall lagi. Agama, kebudayaan, bahasa, idea-idea dan cara –cara kehidupan sendiri adalah ciri-ciri pegangan kuat setiap kelompok. Masyarakat majmuk yang terdiri daripada pelbagai komuniti hidup secara berdekatan tetapi terpisah dalam unit politik yang sama. Dalam bidang ekonomi pula, sistem pembahagian buruh adalah berasaskan ras di mana setiap ras dalam masyarakat itu mempunyai fungsi-fungsi yang berlainan.

Beberapa tindakan pemerintah Inggeris terhadap kedatangan orang-orang asing ke Tanah Melayu telah digubal dalam dasar Inggeris. Penentuan persoalan bagaimana Inggeris membantu mewujudkan masyarakat majmuk di Malaysia juga terdapat dalam dasar ini. Kesan terhadap pemajmukan ras merangkumi pelbagai aspek dalam politik dan sosial. Terdapat beberapa huraian daripada dasar Inggeris iaitu :-

i. Politik
Dasar imigrasi Inggeris berbentuk bebas iaitu tidak mempunyai sekatan terhadap kemasukan orang asing telah berlaku sejak tahun 1874. Sistem-sistem kemasukan seperti kontrak dan bebas adalah merupakan cara-cara orang Inggeris menggalakkan kemasukan orang asing ke Tanah Melayu. Pada tahun 1930an, Inggeris memperketatkan dan menguatkuasa dasar imigrasi dengan bertindak menghantar pulang orang-orang imigran balik ke negara asal mereka. Perkara ini amat berbeza dengan tindakan yang dilakukan oleh orang Inggeris kepada pendatang asing ke Tanah Melayu sebelumnya. Pada tahun 1930an juga undang-undang imigrasi menghalang kemasukan baru orang asing ke Tanah Melayu. Tiada sekatan terhadap kemasukan orang asing ke Tanah Melayu sebelum undang-undang imigrasi pada tahun 1930an kerana keperluan Inggeris untuk mendapatkan tenaga buruh bagi merancakkan ekonomi perlombongan, peladangan dan pembinaan prasarana baru seperti pembinaan jalan kereta api dan jalan raya.
Kewujudan jabatan Pelindungan Orang Asing adalah untuk melindungi para buruh imigran daripada ditindas dan dianiaya oleh kongsi gelap mahupun majikan. Jabatan Pelindungan Orang Asing yang dilindungi oleh pemerintah Inggeris terhadap buruh-buruh asing menunjukkkan seolah-olah kerajaan Inggeris menggalakkan kemasukan buruh asing. Tindakan dan dasar kerajaan Inggeris mempastikan mereka tidak kehilangan buruh bagi menjana ekonomi Tanah Melayu. Kewujudan undang-undang buruh yang memerlukan para majikan untuk memberikan kemudahan yang sepatutnya kepada buruh imigran diperkukuhkan lagi dengan adanya Jabatan Pelindungan Orang Asing. Jabatan Pelindungan Orang Asing bukan sahaja menggalakkan kemasukan buruh asing tetapi menggalakkan mereka untuk tidak pulang ke negara asal. Pada tahun 1927 – 1932 sewaktu kemelesetan ekonomi orang-orang asing hendak pulang ke negara asal mereka dan menjadi masalah kepada pemerintah Inggeris.

Merujuk dasar-dasar pemerintahan Inggeris membuktikan bahawa kewujudan masyarakat majmuk di negara ini adalah hasil pelaksanaan dasar yang berkehendakan buruh imigran bagi menjana ekonomi dan membolehkan penjajah mendapat keuntungan ekonomi dengan tidak mengambil kira permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat pribumi.

ii. Ekonomi
Perubahan sistem sara diri kepada sistem komersial disebabkan dasar ekonomi komersial, kapitalisme dan bebas berlaku. Ini mengakibatkan pembukaan tanah dan ladang serta peningkatan pelombongan bijih timah telah banyak mendorong kepada wujudnya sistem ekonomi moden berteraskan industri berasaskan buruh. Oleh itu, keperluan pemodenan prasarana baru memerlukan tenaga buruh dan berlakulah kemasukan buruh-buruh asing.

iii. Sosial
Dasar pendidikan pemerintahan Inggeris lebih menjuruskan aspek penekanan. Dasar ini menjelaskan bagaimana wujudnya masyarakat majmuk di Malaysia. Inggeris menggalakkan perbezaan kaum dan melebarkan lagi jurang perpaduan di Malaysia iaitu melalui dasar pendidikan yang berteraskan negara ibunda. Oleh itu, kita dapat melihat tindakan Inggeris yang tidak menyeragamkan sukatan pendidikan dan pendidikan guru. Dengan kewujudan sukatan pendidikan yang berbeza serta keperluan guru berasaskan tindakan komuniti setiap kaum di Malaysia telah meninggalkan kesan keadaan ini.

Setiap kaum mengambil inisiatif mengikut sukatan pendidikan serta mengambil guru dari negara asal mereka. Ini jelas menunjukkan bahawa Inggeris tidak mempunyai agenda bagi menghalang ketidakseragaman dalam dasar pendidikan mereka. Sementelah orang-orang Melayu hanya mendapat pendidikan kemahiran bagi mengerjakan kerja-kerja sara diri sahaja dan tidak diberi peluang untuk mendapatkan kemahiran dan ilmu akademik. Anak-anak para bangsawan Melayu dikhaskan mendapatkan kemahiran dan ilmu akademik. Justeru, keadaan dasar ini sebenarnya menggalakkan lagi kemasukan orang asing kerana mereka tahu bahawa mereka masih lagi memperolehi pendidikan walaupun di negara asing. Oleh itu, ini menjelaskan bahawa Inggeris sebenarnya menggalakkan kemasukan mereka dan menjaga kebajikan mereka bagi keuntungan ekonomi penjajah.

Di Malaysia, etnik merupakan sekelompok manusia yang mengamalkan budaya yang hampir seragam, termasuk adat resam, pakaian, bahasa dan kegiatan ekonomi adalah merupakan konsep masyarakat majmuk yang merujuk kepada etnik. Konsep-konsep ras dan bangsa adalah konsep etnik yang mempunyai pengertian dan saling berkait rapat. Justeru itu, menurut Mansor Abdul Rahman & Mohamad Ainuddin (2006), ras dan bangsa memberikan tekanan kepada perbezaan fizikal atau sifat-sifat biologi iaitu keturunan dan pertalian darah yang sama antara sesama manusia. Terdapat pelbagai kelompok etnik yang hidup berlainan tetapi di bawah sistem politik yang sama merupakan konteks masyarakat majmuk Malaysia.
Perbezaan budaya dapat mengelaskan etnik. Ciri-ciri budaya seperti adat resam, pola keluarga, pakaian, pandangan mengenai kecantikan, orientasi politik, kegiatan ekonomi dan hiburan membezakan etnik. Etnik di Malaysia terdiri daripada orang Melayu, Cina, India, Kadazan Dusun, Melanau dan pelbagai bangsa lain. Pada dasarnya, etnik bersikap etnosentrik iaitu menganggap ciri-ciri budayanya sebagai wajar, betul dan lebih utama daripada budaya etnik lain yang dipandang rendah serta dianggap ganjil ataupun berada pada tahap rendah atau tidak bermoral.
Konsep etnisiti dan etnosentrisme dibentuk daripada konsep etnik. Rasa kekitaan sesuatu kumpulan etnik tertentu dirujuk kepada etnisiti. Oleh sebab itu, wujudlah satu kebudayaan atau sub budaya yang jelas menyatukan anggotanya dalam satu sejarah, nilai, sikap dan tingkah laku yang sama. Kepercayaan atau rasa bangga yang wujud dalam kalangan anggota sesebuah kelompok etnik dirujuk kepada etnosentrisme iaitu budaya dan etnisiti mereka adalah jauh lebih baik serta hebat daripada kelompok lain. Suatu perspektif yang melihat kelompok etnik lain menerusi lensa dan kaca mata etnik sendiri adalah merupakan definisi etnosentrisme juga.

Konsep-konsep ras dan etnik kerap kali dicampur aduk sehingga maknanya lebih kurang sama di Malaysia. Di Sabah dan Sarawak, orang Melayu, Cina dan India serta pelbagai etnik lain sepatutnya dikenali sebagai etnik, juga dipanggil ras dalam kehidupan seharian.
Ras boleh dikatakan sebagai sebuah kelompok sosial yang mempunyai tanda pengenalan kolektif berasaskan ciri-ciri fizikal biological yang nyata seperti warna kulit, warna mata, warna rambut dan sebagainya. Warna kulit adalah ciri yang paling ketara untuk membezakan kumpulan manusia.
Pandangan, pemikiran atau kepercayaan negatif oleh sesuatu kelompok sosial atau para anggotanya terhadap sesuatu kelompok lain berdasarkan perbezaan wajah fizikal-biologikal atau ras semata-mata dan ditunjukkan secara terbuka melalui perilaku atau tindakan terbuka ditakrifkan sebagai rasisme. Gabungan prejudis dan kuasa yang diartikulasi melalui diskriminasi berasaskan warna kulit dan ciri-ciri fizikal biological yang lain ialah rasisme juga.
Tahap individu dan tahap institusi adalah dua tahap yang wujud daripada rasisme. Rasisme yang berlaku dalam bentuk kepercayaan adalah tahap individu di mana wujudnya ras tertentu yang berstatus lebih tinggi dan ras yang berstatus lebih rendah. Pada peringkat individu rasisme, wujud dalam bentuk kepercayaan dan sikap individu. Rasisme tahap institusi melibatkan dasar dan pelaksanaan yang bersifat diskriminasi, seterusnya membentuk ketidaksamaan bagi masyarakat daripada ras yang berbeza. Pada tahap institusi rasisme ia dapat dilihat secara tersirat dalam struktur sosial.
Definisi budaya ialah kemajuan fikiran, akal budi atau cara berfikir dan berkelakuan merujuk Kamus Dewan (2005). Selain itu, budaya didefinisikan sebagai suatu cara hidup yang diamalkan oleh kumpulan tertentu dan meliputi sistem sosial, susunan organisasi ekonomi, politik, agama, kepercayaan, adat resam, sikap dan nilai.

Budaya kebendaan dan budaya bukan kebendaan dibahagikan daripada budaya. Peralatan dan kelengkapan hidup seperti rumah, kereta, perahu, senjata dan sebagainya adalah budaya kebendaan. Orang Melayu mempunyai rumah yang reka bentuknya berbeza daripada orang Inggeris atau orang Eskimo adalah sebagai contoh. Kepercayaan, adat istiadat dan undang-undang adalah budaya bukan kebendaan. Adat istiadat dijalankan secara tersendiri dalam kehidupan oleh setiap masyarakat. Adat perkahwinan masyarakat Melayu, pihak lelaki memberi hantaran kepada pihak perempuan manakala bagi masyarakat India hantaran perkahwinan diberikan oleh pihak perempuan kepada pihak lelaki. Faktor agama penting dalam budaya Melayu kerana agama bukan sahaja dianggap sebagai satu sistem kepercayaaan semata-mata tetapi juga sebagai satu perlembagaan hidup yang meliputi kepercayaan dan amalan hidup. Alat komunikasi penting dalam bahasa. Sebagai petunjuk jalan, adat resam juga mustahak bagi seseorang dalam mengendalikan hidup bermasyarakat dan berbudaya.
Dalam pembentukan sesuatu budaya, terbahagi kepada dua peranan utama iaitu membina imej negara ke arah mewujudkan keperibadian serta identiti dan memupuk kesedaran kebangsaan dan kenegaraan bercirikan kerohanian, kemanusiaan, spiritual dan mental. Aspek cara pengendalian hidup adalah budaya yang memberikan identiti kepada sesuatu kelompok. Daripada satu keturunan kepada satu keturunan untuk mewarisi budaya. Menurut Mohd Taib Osman (1988), budaya dikatakan sebagai satu himpunan kelengkapan intelektual dan kebendaan yang dapat memenuhi kehendak biologi dan kemasyarakatan serta dapat menyesuaikannya dengan keadaan sekeliling.
Konsep masyarakat majmuk kepada masyarakat campuran yang berbilang bangsa iaitu terdiri daripada berbagai rasa atau etnik yang berada di bawah satu pemerintahan, menurut J.S.Furnival. Dalam erti kata sebenar campuran ialah bergaul tetapi tidak bercantum. Agama yang berbeza diamalkan oleh setiap kumpulan.

i. Melayu
Kumpulan etnik terbesar di Malaysia ialah kaum Melayu iaitu merangkumi lebih 50 peratus penduduk negara. Orang Melayu di Malaysia adalah merujuk kepada orang yang mengamalkan kebudayaan Melayu, berbahasa Melayu dan mempunyai keturunan Melayu. Sikap peramah dan budaya seni yang sangat kaya menyebabkan orang Melayu terkenal.
Pada dasarnya, orang Melayu merupakan penganut agama Islam. Penduduk luar bandar di Semenanjung pada masa lalu sebahagian besar adalah orang Melayu. Sejak tahun 1970an sehingga kini keadaan tersebut mula berubah kerana proses penghijrahan ke bandar. Kebanyakan yang terlibat dalam aktiviti ekonomi pertanian dan perikanan, sama ada dalam skala kecil-kecilan atau secara komersial masih tinggal di luar bandar. Pelbagai sektor seperti sektor perkhidmatan awam, sektor swasta, sektor perdagangan dan perniagaan melibatkan sebahagian besar etnik Melayu di bandar.

ii. Cina
Golongan etnik kedua terbesar di Semenanjung ialah orang Cina. Pelbagai agama seperti Buddhisme, Konfusianisme, Kristian, Taoisme dan Islam dianuti oleh masyarakat ini. Sektor perdagangan dan perkhidmatan adalah merupakan tumpuan sebahagian besar etnik Cina. Sebahagian besar orang Cina tertumpu di bandar-bandar utama, khasnya di Lembah Kelang.

iii. India
Golongan etnik yang ketiga terbesar di Semenanjung ialah orang India. Sebahagian besar orang India pada masa lalu bekerja dan menetap di estet. Terdapat di kalangan mereka pada masa kini yang berpindah ke bandar-bandar dan menerokai pekerjaan di sektor perdagangan atau perkhidmatan dan menjalani kehidupan di bandar. Terdapat golongan sub etnik seperti orang Sikh, Tamil, Malayali dan Singhala dalam kategori etnik India. Etnik India di negara ini merupakan penganut pelbagai agama seperti Hindu, Sikhisme dan Islam.

Etnik-entik lain
Orang Asli ialah golongan etnik terkecil di Semenanjung tetapi terkenal dalam kajian antropologi. Penduduk di kawasan pendalaman di beberapa negeri di Semenanjung kebanyakannya orang Asli. Anutan kepercayaan orang Asli adalah kepercayaan tradisional, animism, Kristian dan Islam. Terdapat kelompok-kelompok kecil seperti masyarakat Baba Nyonya di Melaka dan Pulau Pinang, masyarakat Portugis di Melaka dan Thai di beberapa negeri di utara Semenanjung selain orang Asli. Namun mereka yang terdiri daripada masyarakat minoriti juga mempunyai budaya yang unik seperti budaya masyarakat Baba Nyonya.
Menurut Furnivall, dalam sektor pekerjaan pula terdapat pembahagian tenaga buruh yang ketara mengikut kaum. Setiap kaum menjalankan kegiatan pekerjaan tertentu untuk mencari sumber pendapatan bagi menyara kehidupan seharian mereka berdasarkan kesesuaian dan kemahiran mereka sendiri. Bidang pertanian dan penangkapan ikan diurus oleh orang Melayu dan orang Cina menguruskan perlombongan dan perdagangan. Manakala golongan orang India pula menguruskan bidang perladangan getah dan perladangan lain. Tempat kediaman berlainan dan cara kerja yang dilakukan menyebabkan kegiatan ekonomi yang dijalankan juga terpisah. Kawasan kampung berhampiran kawasan pertanian dan pinggir laut merupakan kawasan tempat tinggal orang Melayu, orang Cina tinggal di kawasan perlombongan dan bandar sebagai pusat untuk menjalankan perniagaan serta orang India pula tinggal di estet-estet dan ladang kelapa sawit. Justeru taraf kemajuan ketiga-tiga kaum berbeza mengikut jenis pekerjaan.
SEJARAH KEWUJUDAN MASYARAKAT MAJMUK DI MALAYSIA

Sebuah tempat tumpuan, pengembaraan, pelayaran dan pusat perdagangan adalah merupakan Tanah Melayu yang sudah tentunya pernah menjadi satu tempat persinggahan dan penempatan bagi orang-orang daripada pelbagai kebudayaan dan asal usul. Oleh itu konsep pencampuran populasi bukanlah merupakan satu fenomena baru dan asing di Malaysia. Struktur susunan ras, etnik dan corak penempatan penduduk masa kini telah ditentukan pada zaman perkembangan kolonial dan eksploitasi orang British di Semenanjung Malaysia adalah menurut pendapat kebanyakan ahli sejarah dan antropologi sosial. Zaman paling penting dalam menentukan pola-pola etnik, ekonomi dan politik masa kini Semenanjung Malaysia adalah pada tahun 1786 hingga 1914.
Perkara yang penting dalam mencorakkan kemajmukan masyarakat Malaysia adalah aspek demografi. Betapa uniknya masyarakat Malaysia dari segi komposisi etnik yang turut mewarnai wajah sosiobudaya, demografi politik dan proses politik di Malaysia diperlihatkan bukan sahaja dari aspek demografi.
Zaman Pendudukan Inggeris.

Pada Ogos 1786, campur tangan Inggeris di Tanah Melayu bermula apabila Francis Light menduduki Pulau Pinang menyebabkan kemasukan migran secara besar-besaran dari luar. Semasa pemerintahan kolonial British di Malaysia dalam jangka masa yang panjang iaitu selama lebih seratus lima puluh tahun bermula 1786 hingga 1957. Malaysia telah diduduki oleh Jepun semasa perang dunia kedua di antara tahun itu. Jangka masa singkat itu dianggap tidak mempunyai signifikan yang besar kepada komposisi dan mobiliti penduduk. Oleh itu masyarakat homogenios Melayu Tanah Melayu telah mengalami transformasi kepada masyarakat heterogenios Malaysia yang mengandungi etnik-etnik Melayu, Cina dan India sebagai komponen utamanya.

Penduduk Tanah Melayu dan kepulauan Borneo ketika itu didominasi oleh orang Asli, orang Melayu dan kaum bumiputera Sabah dan Sarawak sebelum kurun ke-18. Waktu itu migrasi dari luar juga berlaku tetapi jumlahnya terhad. Menurut James P.Ongkili, 1985:4, terdapat juga kaum pendatang dari Sumatera, Indonesia namun tidak menjejaskan corak masyarakat ketika itu kerana kaum pendatang ini adalah daripada rumpun bangsa yang sama.
Perubahan dalam struktur masyarakat yang berlaku di Malaysia disebabkan oleh fenomena migrasi dari luar akibat faktor penarik yang ada di bumi mahupun faktor penolak di negara asal masing-masing bertanggung jawab mencernakan perubahan berkekalan sejak awal kurun ke-18 hingga ke hari ini. Sementelah struktur masyarakat di Malaysia berubah adalah disebabkan migrasi dari luar dan juga faktor penolak dan penarik. Sedikit demi sedikit migrasi ini berlaku sebelum penjajahan barat tetapi berleluasa setelah penjajahan berlaku. Faktor utama dalam aktiviti migrasi dari luar terutamanya China dan India adalah aktiviti ekonomi dan perladangan.

Masyarakat Cina dari Negara China sebenarnya ingin keluar daripada hidup penuh dengan kemiskinan dan penderitaan. Justeru mereka terpaksa keluar berhijrah hingga ke Tanah Melayu. Beberapa cara yang dikenalpasti diusahakan oleh orang Cina sendiri yang telah menetap lama di Tanah Melayu bagi kemasukan buruh-buruh Cina. Dari semasa ke semasa bilangan buruh Cina yang berhijrah memang ramai dan sentiasa bertambah. Walau bagaimanapun angka yang tepat sukar ditentukan kerana ketiadaan dokumen yang sah dan kemasukan secara haram ke Tanah Melayu.

Bermulanya proses pembentukan masyarakat majmuk adalah kerana kemasukan masyarakat Cina dan pengaruh masyarakat Cina yang semakin bertambah. Oleh kerana pengaruh masyarakat Cina ke Tanah Melayu telah mengubah corak dan sistem sosial Alam Melayu serta juga masyarakat Melayu ketika itu. Akhirnya satu masyarakat baru terbentuk akibat kedatangan masyarakat Cina iaitu Baba Nyonya dan Cina Muslim. Kepelbagaian dan kemajmukan masyarakat di Malaysia menggambarkan keunikan pada pandangan masyarakat luar dengan wujudnya golongan baru ini.

Selepas Cina migran kedua terbesar adalah kelompok India. Negapatam dan Madras, India Selatan adalah tempat asal kebanyakan mereka. Selain itu India juga mengalami masalahnya sendiri yang menyebabkan penduduknya berhijrah ke luar. Kemiskinan dan kebuluran merupakan suasana yang melanda negara itu mendorong penduduknya berhijrah ke luar negara-negara lain termasuk Tanah Melayu ketika itu. Sejak pembukaan Pulau Pinang oleh Inggeris migran India sudah mula berhijrah ke Tanah Melayu. Setelah Inggeris berjaya menguasai negeri-negeri Melayu bilangan mereka bertambah.
Masyarakat luar seperti Indonesia dan Ceylon juga menjadi migran ke Tanah Melayu, Sabah dan Sarawak selain dari China dan India. Bilangan mereka jauh lebih rendah berbanding dengan buruh dari China dan India. Selain itu kebanyakan pendatang Indonesia berasal dari Jawa, Kalimantan (Banjarmasin), Celebes, Timor dan Sulawesi serta beberapa bahagian kepulauan yang berhampiran dengan Selat Melaka. Sementelah pendatang dari Indonesia juga berbilang suku kaum dan etnik antaranya orang Jawa, Bugis, Minang dan Banjar. Kebanyakan pendatang dari Ceylon terdiri daripada kaum Sinhalese. Sehubungan itu mereka datang dari kawasan pantai selatan negara tersebut dan telah datang dengan jumlah yang agak ramai selepas kurun ke-19 berterusan hingga kurun ke-20an. Penjajahan British di Ceylon yang menyebabkan kedatangan mereka berterusan. Faktor utama penghijrahan mereka adalah bukan faktor ekonomi tetapi mereka ingin mencari rezeki yang lebih berbanding apa yang mereka dapat di negara asal.
Proses pembentukan masyarakat majmuk yang berbilang kaum seperti sekarang bermula setelah kemasukan daripada luar. Pada mula proses pembentukan masyarakat menghadapi kesukaran kerana berbeza fahaman, amalan, ras dan etnik serta kehidupan seharian. Sebagai contoh peristiwa 13 Mei 1969 banyak konflik berlaku dalam proses pembentukan ini. Konflik yang berlaku dalam masyarakat majmuk mengikut garisan pemisah ras dan bukan garisan kelas. Masalah sosio-ekonomi dan politik pasti akan timbul dengan pengambilan pekerja buruh dari luar dibuat secara tetap lebih membimbangkan dan bagi mengelakkan pembentukan masyarakat majmuk pelbagai etnik atau heterogeneous seperti mana yang cuba dielak oleh negara-negara Eropah Barat dan Telok.
Lahirnya kelompok daripada keturunan Cina dan India setelah kemasukan migran dari luar yang berasimilasi dengan budaya tempatan seperti kelompok Baba Nyonya yang berketurunan Cina dan kelompok Chitty yang berketurunan India. Apabila berlangsungnya perkahwinan antara orang asing dengan penduduk tempatan maka asimilasi bangsa juga turut berlaku, wujud beberapa sub kategori penduduk berdarah campuran seperti kelompok Peranakan, kelompok Syed dan lain-lain. Sekarang kebanyakan penduduk Malaysia mempunyai darah kacukan Melayu-Arab, Melayu-India, Melayu-Cina dan lain-lain.
Kumpulan etnik terbesar di Malaysia ialah kaum Melayu iaitu merangkumi lebih 50 peratus penduduk negara ini. Jika merujuk kepada orang Melayu menunjukkan orang itu beragama Islam dan mengamalkan kebudayaan Melayu, berbahasa Melayu dan mempunyai keturunan Melayu. Sikap peramah dan budaya seni yang sangat kaya menyebabkan orang Melayu terkenal.
Kumpulan etnik kedua terbesar ialah kaum Cina yang merangkumi 25 peratus populasi. Kaum Cina hari ini kebanyakannya berasal daripada pendatang yang merantau pada abad ke-19. Kaum Cina terkenal kerana kuat bekerja dan pandai berniaga. Cara berbicara dialek tiga kumpulan kecil kaum Cina iaitu Hokkien tinggal di utara Pulau Pinang, Kantonis tinggal di Kuala Lumpur dan juga kumpulan penutur bahasa Mandarin tinggal di kawasan selatan tanah air di Johor.

Kaum India merupakan kumpulan etnik terkecil antara tiga kumpulan etnik utama di negara ini yang merangkumi 10 peratus populasi. Kaum India kebanyakannya berasal daripada pendatang dari Selatan India yang berbahasa Tamil datang ke Malaysia sewaktu zaman penjajahan British dahulu. Kedatangan mereka ke sini adalah untuk mencari kehidupan yang lebih baik dan keluar daripada sistem kasta yang diamalkan di India. Kaum India ini kebanyakannya beragama Hindu dan mereka turut membawa budaya mereka yang unik serta pembinaan kuil, makanan pedas dan pakaian sari yang mewah.

Sumber : http://thipasha.blogspot.com/2015/03/konsep-masyarakat-majmuk-di-malaysia.html

Majlis Raja-Raja harapan rakyat


Oleh Prof Madya Dr Shamrahayu A Aziz

PEJABAT Penyimpan Mohor Besar Majlis Raja-Raja mengeluarkan kenyataan media bahawa Majlis Raja-Raja telah mengeluarkan persilaan untuk semua Duli Yang Maha Mulia Raja-Raja berbincang hal berkaitan pemecatan dan pelantikan Peguam Negara.

Sudah tentu perbincangan hari ini ialah untuk mencari persetujuan dan resolusi terbaik berhubung keputusan Putrajaya mahu melantik Tommy Thomas sebagai Peguam Negara yang baharu.

Namun, isu pemecatan Peguam Negara, Tan Sri Mohamed Apandi Ali mungkin tidak sebesar isu lantikan Thomas sebagai Peguam Negara.

Perkara 145 Perlembagaan Persekutuan hanya menyatakan kuasa Yang di-Pertuan Agong untuk melantik seorang yang layak sebagai Peguam Negara. Ia tidak menyebut peranan Majlis Raja-Raja.

Sebagai contoh, kuasa Yang di-Pertuan Agong di bawah Perkara 145 tidak sama dengan kuasa Yang di-Pertuan Agong melantik Suruhanjaya Pilihan Raya di bawah Perkara 114. Dalam membuat lantikan Suruhanjaya Pilihan Raya, Yang di-Pertuan Agong hendaklah berunding dengan Majlis Raja-Raja. Tetapi, dalam pelantikan Peguam Negara, Perkara 145 tidak menyebut mengenai rundingan bersama Majlis Raja-Raja.

Namun, ini tidak bermakna Majlis Raja-Raja tidak perlu mengambil peduli langsung. Ini disebabkan suatu tindakan yang diambil oleh Yang di-Pertuan Agong akan sekali gus mendatangkan kesan terhadap keseluruhan dan masa depan institusi beraja di negara kita.

Justeru, atas dasar itu, Majlis Raja-Raja perlu bersidang dan berbincang. Yang di-Pertuan Agong juga perlu secara bijaksana mengambil pandangan ahli Majlis Raja-Raja dan menerima apa saja pemuafakatan yang dicapai hari ini.

Isu kredibiliti dan reputasi Thomas banyak diperkatakan dalam media sejak isu ini tercetus beberapa hari lalu sejurus nama beliau disebut sebagai calon yang dikemuka oleh Perdana Menteri, Tun Dr Mahathir Mohamad sebagai Peguam Negara kepada pihak Istana.

Beberapa NGO dan individu terkenal dalam bidang perundangan telah mengeluarkan kenyataan media berkaitan kredibiliti calon Peguam Negara.

Memang diperakui bahawa syarat Melayu dan Islam serta memahami hukum Syariah tidak dinyatakan secara harfiah dalam Perlembagaan Persekutuan, terutama Perkara 145. Namun, ramai juga mahukan calon yang lebih layak daripada Thomas. Banyak lagi calon lain yang memenuhi syarat seperti disebut dalam Perkara 145 yang dibaca secara bersama dengan Perkara 123.

Tulisan Thomas yang berjudul Is Malaysia an Islamic State? dan buku-buku beliau, Anything But The Law dan Abuse of Power menjelaskan mengenai falsafah dan pemikiran beliau.

Ia menyebabkan pencalonan Thomas dipersoalkan walaupun dalam negara demokrasi, perbezaan pandangan dan tafsiran sepatutnya boleh diterima. Ada berpendapat, sebagai Peguam Negara beliau akan menjadi rujukan dan penasihat utama kepada yang di-Pertuan Agong dalam menjalankan fungsinya berdasarkan perundangan, Perlembagaan, prinsip keadilan dan memelihara kedudukan agama Islam.

Thomas juga dikatakan bukan calon yang tepat kerana lebih dikenali sebagai peguam sivil dan bukan peguam bagi kes-kes jenayah. Ini penting diberikan perhatian kerana menurut seksyen 376 Kanun Prosedur Jenayah, seorang Peguam Negara juga Ketua Pendakwa Raya.

Ditambah pula dengan pembabitan Thomas sebagai peguam kepada Menteri Kewangan, Lim Guan Eng dalam kes yang masih lagi di mahkamah. Ada juga yang mempersoalkan pendirian Thomas kerana menjadi peguam kepada bekas pemimpin Parti Komunis, Chin Peng.

Tuntutan royalti

Dalam masa yang sama, ada yang membuat kenyataan bahawa beliau pernah mewakili kerajaan PAS di Kelantan bagi tuntutan royalti minyak dan menjadi peguam mempertahankan sistem perbankan Islam.

Hujah-hujah begini berpihak kepada Thomas kerana ia menunjukkan profesionalisme beliau untuk menjadi peguam bela kepada mereka yang memerlukan dan berhujah mengikut perundangan negara. Soal beliau kalah atau menang dalam sesuatu kes mungkin boleh dan tidak boleh menjadi ukuran kepada kepakaran beliau.

Beliau juga dikhabarkan pernah memberikan pandangan mengenai peranan institusi beraja (Majlis Raja-Raja) sebagai institusi semak dan imbang dalam pelantikan hakim.

Walaupun peruntukan Perlembagaan Persekutuan yang berbeza dalam pelantikan Peguam Negara, namun kenyataan Thomas itu mungkin sesuatu yang baik untuk dijadikan inspirasi oleh Majlis Raja-Raja dalam perbincangan esok.

Kedudukan dan kuasa Peguam Negara amatlah besar. Oleh itu, kemungkinan ada pihak akan menggunakannya atau mendalangi kuasanya, terutama pemerintah seperti pernah berlaku sebelum ini.

Oleh itu, dalam konteks ini, reputasi dan kredibiliti calon hendaklah diberikan perhatian sewajarnya oleh Majlis Raja-Raja. Rakyat sedang memerhati dan rakyat tidak mudah lupa, terutama dalam perkembangan era digital, semua fakta (termasuk benar dan tidak benar) mudah didapati – hanya di hujung jari.

Sebagai rumusan kepada hujah-hujah di atas, perlu ditegaskan bahawa bantahan kepada pencalonan Thomas bukan saja kerana beliau bukan Melayu, bukan Islam atau tidak mempunyai ilmu perundangan Islam.

Persoalan timbul kerana reputasi dan kredibilitinya. Ramai lagi calon menepati syarat boleh dicalonkan sebagai Peguam Negara, (mempunyai pengalaman 10 tahun atau lebih dalam bidang perundangan), tetapi mengapa Thomas yang dipilih.

Walau apapun pandangan pelbagai pihak, kenyataan Perdana Menteri amat tegas. Beliau tidak mahu mengulas panjang berhubung kontroversi ini dan hanya menyatakan bahawa penyelesaian akan berdasarkan kepada Perlembagaan Persekutuan, yakni Yang di-Pertuan Agong hendaklah bertindak atas nasihat.

Justeru, saya melihat bahawa kontroversi ini bukan sekadar membabitkan tafsiran Perlembagaan berhubung maksud perkataan nasihat dalam Perkara 145 Perlembagaan Persekutuan.

Kepada Perdana Menteri, persoalan siapa yang layak dan siapa yang patut dilantik sebagai Peguam Negara bukan isu kepada beliau. Beliau sangat yakin dengan calon yang telah dinamakan.

Krisis Perlembagaan

Justeru, dalam bingkai yang lebih luas, saya dapati kontroversi ini adalah pertembungan antara sistem demokrasi berparlimen dan Raja Berperlembagaan yang diamalkan negara kita. Ia mungkin boleh diistilahkan sebagai ‘krisis’.

Ini perkara teras yang perlu dibincangkan secara teliti dengan sewajarnya oleh Majlis Raja-Raja. Walaupun mungkin dalam keadaan semasa, keadaan ini belum boleh dipanggil sebagai krisis Perlembagaan, tetapi krisis sudah mula berputik.

Justeru, tanpa tindakan sewajarnya oleh semua pihak, termasuk Majlis Raja-Raja atau pihak-pihak berkaitan, ia akan mencetuskan krisis perlembagaan yang lebih serius.

Dalam konteks kontroversi Putrajaya-Istana, sejarah mungkin berulang seperti tahun 1983 dan 1993. Ia berkaitan pindaan Perkara 66 dan Perkara 32 serta beberapa Perkara lain yang berkaitan kedudukan Raja-Raja, termasuk pengenalan kepada Perkara 182 dan 183 mengenai Mahkamah Khas.

Apabila berlaku tekanan ke atas istana, jarang sekali istana menang. Pengalaman ini dialami oleh banyak institusi istana di dunia. Bagi negara kita, pengalaman sistem raja berperlembagaan kita juga tidak jauh berbeza.

Sejarah pindaan Perlembagaan mengenai imuniti Raja-Raja dan kuasa Yang di-Pertuan Agong berkaitan mohor besar menunjukkan bagaimana istana telah dihimpit dan seterusnya menyaksikan istana mengalah dengan memberikan laluan kepada demokrasi berparlimen untuk membuat pindaan kepada Perlembagaan Persekutuan.

Kesan pindaan itu sangat besar terhadap kuasa dan fungsi Raja-Raja yang asalnya berdasarkan kepada sejarah negara dan telah dimaktubkan dalam Perlembagaan Persekutuan secara muhibah dan menghormati institusi beraja seperti dalam terma rujukan pelantikan Suruhanjaya Reid.

Namun, sikap beralah oleh pihak istana dalam krisis Perlembagaan sebelum ini tidak bermaksud ia kekalahan sebenar kerana istana sebaliknya, mahu kekal relevan dalam sistem demokrasi berparlimen walaupun dalam ruang kuasa dan peranan yang makin sedikit, makin kecil dan makin terhimpit.

Saya percaya istana menerima hakikat penghakisan kuasa itu, namun, atas sifat demokrasi berparlimen, istana mungkin tiada pilihan tetapi perlu menerima (walaupun dengan berat hati).

Mungkin ini bukan demokrasi yang dimahukan, tetapi ia hakikat kekuatan kuasa demokrasi berparlimen.

Walau apa pun, istana perlu kekal dan relevan kerana banyak lagi perlu diuruskan oleh istana, terutama dalam perkara-perkara yang jelas termaktub kuasa budi bicara baginda Raja-Raja.

Perlu juga dikongsi dalam perbincangan Majlis Raja-Raja kali ini bahawa rakyat yang menjadi tonggak kepada institusi beraja sentiasa bersama Raja-Raja demi keadilan, demi keutuhan institusi beraja dan yang utamanya demi kelangsungan peraturan dan undang-undang.

Raja-Raja letaknya segala harapan mereka.

Penulis adalah Pensyarah Kulliyyah Undang-Undang Ahmad Ibrahim, Universiti Islam Antarabangsa Malaysia

NARATIF “PERADABAN GUGUSAN KEPULAUAN” MELAYU


Nota:
Pandangan ringkas ini ditulis dalam rangka kerja Lembaga Peradaban Melayu (ADAB) untuk mengenal semula Peradaban Gugusan Kepulauan (Archipelagic Civilization) Melayu di Tenggara Asia.

Tujuan:
Tulisan ini bertujuan mengghairahkan semangat dan kesetiaan Rumpun Bangsa Melayu kepada keunggulan peradabannya sebagai tonggak dan pedoman pandangan hidup (worldview) bagi menghadapi cabaran serta gejala globalisasi dalam Alaf ke-21 ini.

Pendekatan:
Tulisan ini mencerita, secara ringkas, umbaian Peradaban Gugusan Kepulauan dari sudut pandangan berikut:
a. Gugusan Kepulauan Melayu – (Malay Archipelago)
b. Penduduk asal di Kepulauan ini
c. Sosio-budaya penduduk asal
d. Bahasa penduduk asal
e. Pandangan hidup (worldview) penduduk asal
Pendekatan ini melihat Peradaban Kepulauan Melayu sebagai suatu umbaian unsur-unsur yang melahirkan persamaan nilai dan pedoman hidup (worldview), yang sangkut-berpaut antara satu dengan yang lain, yang telah melahirkan suatu Peradaban Gugusan Kepulauan Melayu (Malayan Archipelagic Civilization) yang unggul serta sesuai dengan keperluan.

a. Gugusan Kepulauan Melayu
Gugusan Kepulauan di Tenggara Asia ini terbentuk semenjak keruntuhan pelantar bumi Lapisan Sunda di sebelah timur, lebih daripada 1.7 juta tahun dahulu. Keruntuhan itu telah memisahkan Lautan Teduh dengan gugusan kepulauan, termasuk Semenanjung Tanah Melayu yang menjadi hulu kepada gugusan kepulauan tersebut. Semenjak penduduk asal dari Semenanjung Tanah Melayu dan kepulauan ini berhubung dengan bangsa-bangsa asing, kepulauan ini dipanggil oleh mereka dengan gelaran Gugusan Kepulauan Melayu (Malayan Archipelago – gugusan kepulauan yang diduduki oleh orang berketurunan Melayu) terutama setelah terbentuknya Kerajaan Srivijaya pada awal kurun ke-6 Masehi.

Gugusan Kepulauan Melayu mengandungi lebih daripada 40,000 pulau – kecil dan besar, berselerak dalam negara morden Malaysia, Indonesia, Filipina, Brunei, dan Singapura. Yang terbesar antaranya adalah Borneo, dan yang terkecil terdapat di perairan Halmahera dan Natuna. Lebeh daripada 14,000 pulau didiami oleh manusia asal dari zaman kuno hingga sekarang. Yang memisahkan, serta yang juga menghubungkan mereka , adalah selat yang dalam dan sempit antara pulau-pulau. Tetapi dengan Benua Asia, mereka terpisah oleh Selat Melaka dan lautan di Selatan negeri China. Inilah jalur selat/lautan yang menghubungkan penduduk asal di kepulauan dengan penduduk di China, Jepun, dan Korea di sebelah Timur; dan dengan Hindia, Arab, Parsi, Afrika, dan Erupah di sebelah Barat.

Gugusan Kepulauan Melayu terletak di-kangkang khatulistiwa dengan hawa panas dan lembab sepanjang tahun. Yang demikian, tanahnya amat subur dengan pelbagai tumbuhan dan haiwan ( flora dan fauna ).Tambahan pula dengan kerak bumi yang kaya dengan berbagai logam, seperti emas, perak, timah dan dan batu-batan berharga, maka penduduk asalnya dari awal lagi telah berjaya mendirikan Tamadun dan Peradaban Kepulauan yang kental dan sohor, mendahului tamadun muara dan pendalaman benua di lain pelusuk dunia.

a. Penduduk asal di Kepulauan ini

Banyak teori telah di kemukakan berkenaan dengan asal usul penduduk di Gugusan Kepulauan Melayu. Semuanya bermula dengan kajian perpindahan manusia dari benua Afrika mengikut pertalian DNA atau baka manusia di zaman ini. Malangnya tiada bukti yang
boleh diangkat sebagai sahih tentang kebenaran teori demikian. Bagaimana pun daripada sumber arkeologi, sejarah, budaya dan Bahasa, serta kajian DNA yang dibuat oleh sarjana tempatan dan antarabangsa, maka boleh diambil kesimpulan bahawa penduduk asal di Gugusan Kepulauan Melayu sudah ada hampir 100 ribu tahun dahulu dengan penemuan rangka manusia di tanah Jawa, di Semenanjung, Borneo, Sumatera, Filipina dan lain-lain, sebagai bukti bahawa manusia purba telah menduduki Kepulauan ini dengan sifat-sifat tersendiri dan tidak berkaitan dengan manusia dalam tamadun dan peradaban lain. Malah ada tanda-tanda yang menunjukkan manusia di Benua Asia yang berdekatan, serta yang berada di Lautan Teduh, jika di lihat daripada data-data yang digunakan dalam kajian kepada orang-orang di Kepulauan ini, mereka adalah keturunan daripada penduduk asal di Gugusan Kepulauan Melayu. Mereka adalah manusia serumpun dengan penduduk asal di Kepulauan ini.

b. Sosio-budaya penduduk asal

Berikutan daripada kehadiran manusia di Kepulauan ini, terdapat pula kesan yang mereka telah membentuk masyarakat, dan kemudiannya bernegeri, mulai belasan ribu tahun sebelum Masehi. Mereka menyesuaikan diri, serta membina masyarakat dengan gaya dan cara hidup yang disesuaikan dengan keadaan alam-sekitar gugusan kepulauan. Mereka berjelajah antara pulau, mendirikan kampong air di muara-muara sungai, dan di lereng-lereng bukit, yang didapati sesuai dengan keadaan kepulauan yang terlindung ,serta perairan yang kaya , dan alam bermusim. Mereka membentuk kerajaan-kerajaan kepulauan dari zaman kuno dan memberi nama kepada tempat jajahan mereka sebagai Tanah-Air – iaitu pendudukan yang terdiri daripada pulau dan lautan. Bagi mereka perpindahan antara pulau dalam gugusan kepulauan ini adalah kebiasaan yang dianggap sebagai pindah-randah (iaitu system “transmigrasi” antara pulau dalam jajahan Belanda) dan tidak dianggap sebagai “ pendatang “ dari luar Kepulauan. Mereka menerima dan diterima sebagai rakyat Kerajaan tempatan yang tidak dipertikai.

Bagi tujuan kelestarian masyarakat pula, mereka mengadakan peraturan dan adat-lembaga untuk kedamaian dan kemakmuran bersama. Mereka mengadakan hubungan kerabat, budaya, serta nilai dan pedoman hidup dari zaman kuno kepada zaman pengaruh Hindu, Buddha dan Islam. Meraka juga berkongsian ilmu perairan dan pelayaran antara pulau dan dengan lautan lepas yang bergelora dan bermusim; yang mereka sahaja yang boleh menungkahnya dengan perahu, kapal , serta sauh dan layar yang dibina sendiri. Maka timbul ikatan kerabat antara penduduk dalam negeri-negeri kepulauan sebagai satu rumpun manusia dengan satu ragam budaya, satu rumpun Bahasa.

Mereka berkongsi Ilmu perairan dan pelayaran daripada pengalaman hidup dalam sebuah gugusan kepulauan yang unik sifat dan kelazimannya dan tiada lain sepertinya. Dengan kekayaan sumber alam, budaya, bahasa, serta ilmu pelayaran hampir 4 ribu tahun sebelum Masehi, pelaut dari Kepulauan ini merantau ke timur dan barat Benua Asia. Mereka gunakan kekayaan hasil bumi seperti emas, perak, timah, serta hasil lautan seperti mutiara kunyit, dan herba untuk keperluan hidup. Dengan hasil-hasil ekzotik demikian, mereka mula belayar dan berniaga ke negeri India dan ke negeri Arab, Madagascar, dan Somalia di Afrika. Dalam waktu berikutnya, pada musim angin barat-daya pula, pelaut dari Kepulauan berniaga ke Jepun dan Korea. Dalam “zaman pertengahan” di Erupah , rempah-ratus yang berasal dari Gugusan Kepulauan Melayu telah menjadi barangan yang paling berharga yang diperlukan oleh peradaban Erupah.

Kerananya, pedagang Hindia telah mengawal monopoli dagangan rempah-ratus dengan cara tekanan budaya keatas kerajaan-kerajaan di Kepulauan Melayu. Hingga 500 tahun sebelum Masehi orang India, baik yang berugama Hindu mahu pun yang berugama Buddha, menguasai perdagangan orang asal di Gugusan Kepulauan Melayu. Dalam tempuh itu Bahasa dan Budaya di kepulauan telah dipengaruh oleh unsur-unsur Hindu-Buddha and bahasa Sanskrit. Hinggakan Kepulauan ini dikenal umum dengan gelaran Kepulauan Hindia Timur hingga ke zaman kebangkitan Kerajaan Kedah, dan kemudian Kerajaan Srivijaya. Kemuncak
daripada kebangkitan ini berakhir dengan kejatuhan Kesultanan Melaka. Amat ketara bahawa dalam zaman itu, pengaruh peradaban China di Kepulauan ini hampir tidak ada, melainkan tersekat di kawasan Indochina, yang hingga sekarang menjadi batasan antara pengaruh peradaban India dan peradaban China – iaitu di wilayah Indo-China.

c. Pandangan hidup (worldview) penduduk asal

Setelah terbentuknya Kerajaan Melayu Srivijaya pada awal abad ke-6 Ms, timbul pengenalan peradaban kepulauan di Tenggara Asia ini sebagai Peradaban Gugusan Kepulauan Melayu dengan sifat-sifat teras seperti: penggunaan Bahasa Melayu sebagai bahasa pengantar, seni-budaya yang serupa, budaya perdagangan bersama, satu Rumpun Bangsa Melayu yang terdiri daripada semua suku-bangsa didalamnya, penguasaan ilmu perairan dan pelayaran bersama, dan persamaan nilai dan pedoman hidup (worldview). Dalam zaman ini juga Bangsa Melayu bukan saja berkemkbang di Kepulauan, tetapi juga melata ke daerah pesisiran Benua Asia dan Lautan Teduh dan Hindia.

Bermula daripada zaman kuno kepada zaman pertengahan, pengaruh Hindu dan Buddha telah mewarnai budaya dan pandangan hidup Bangsa Rumpun Melayu. Dalam tempoh itu tidak ada gejala paksaan yang digunakan pihak pendatang. Kerajaan di Kepulauan sedia menerima apa saja yang sesuai dengan minda dan peradaban kepulauan, tetapi menolak ( jarang sekali dengan kekerasan- kecuali di Lembah Bujang ) apa saja yang tidak sesuai dengan cara hidup serta nilai mereka.

Begitu juga dengan kedatangan orang Arab di Kepulauan ini. Mereka diterima baik untuk berniaga setelah monopoli Hindia dipecahkan oleh peradaban Islam di India dan di Kepulauan Melayu. Orang asal di Kepulauan menerima peradaban Islam pada awal zaman Kerajaan Srivijaya apabila agama itu tidak dipaksa dan setelah ia dinilai sesuaikan dengan Peradaban Kepulauan Melayu yang sedia ada. Demikianlah sifat Peradaban Kepulauan Melayu , “ berlembut di hati, berpanjang pandangan “.

Berlainan halnya dengan pencerobohan negara Barat dengan kedatangan Armada Portuguese di Oman, Goa, dan Melaka. Mereka datang untuk berperang bagi mendapatkan rempah-ratus dan kekayaan di Kepulauan Melayu, kononnya dengan cara “perdagangan
bebas” buatan mereka sendiri. Kebebasan yang dimaksudkan adalah dengan menukar minda dan pedoman hidup penduduk asal dengan kepercayaan agama Katolik yang telah dipesongkan oleh peradaban Rom di Constantinople. Pendeknya mereka datang ke Gugusan Kepulauan Melayu bukan semata untuk berdagang, melainkan untuk menjajah dan berkuasa supaya mereka boleh berdagang dengan bebas !

Kesimpulan

1. Bahawa Gugusan Kepulauan di Tenggara Asia ini telah didiami oleh manusia hampir 100 ribu tahun sebelum Masehi. Mereka adalah penduduk asal di Kepulauan ini.

2. Penduduk asal menyesuaikan diri dengan alam-sekitar, dan mula membina tamadun dan peradaban sendiri hampir 30 ribu tahun dahulu seperti yang terbukti dalam penemuan arkeologi di Lembah Lenggung, Mulu, dan lain-lain tempat di Gugusan Kepulauan ini; biarpun sorotan penyelidik Barat hanya menunjukkan peradaban Funan, Pagan, Nam Viet, Champa, dan Srivijaya sahaja yang terdapat di Tenggara Asia dalam zaman 3,000 tahun sebelum Ms hingga 1,000 tahun selepas Ms ; sedangkan peradaban Lembah Indus, Chola, Palava disebut di India; dan Han, Nancha, Khitan serta Jepun di sebut di Asia Timur dalam tempuh yang sama. Kita boleh mencurigai kena apa Tamadun Kepulauan Melayu yang unik ini tidak diberi perhatian oleh para ilmuan.

3. Penduduk asal di sini telah mendirikan masyarakat, dan Kerajaan-Kerajaan negeri, yang disesuaikan dengan keunikan alam persekitaran Gugusan Kepulauan yang terdedah kepada badai topan dan lautan bermusim, serta hawa khatulistiwa, yang amat berbeza daripada alam sekitar di Kepulauan Aegean di Lautan Tengah. Di Gugusan Kepulauan Melayu peradaban tidak pernah di kuasai oleh Kuasa Daratan seperti halnya dengan peradaaban Yunani. Maka itu, Peradaban Kepulauan Melayu tidak diterima sebagai sebuah peradaban kepulauan oleh Barat kerana tidak bersifat sebuah peradaban Thalassocracy. Dan lagi, ilmuan Orientalis tidak berniat untuk menegakkan Peradaban Kepulauan Melayu sebagai peradaban kepulauan kerana usaha demikian akan bertentangan dengan kepentingan penjajahan Barat di Tenggara Asia.

Peradaban Kepulauan Melayu adalah perkara penting yang harus dikaji oleh ilmuan Melayu Nusantara supaya Tamadun dan Peradaban Gugusan Kepulauan Melayu / Nusantara dapat diperkenal dengan jelas dan saksama.

4. Pencerahan demikian, termasuklah perkara nilai dan pandangan hidup yang ada pada penduduk asal dalam membangunkan peradaban kepulauan. Persamaan progeny, dan bahasa induk, ilmu perairan serta perkapalan telah membawa kepada zaman perdagangan rempah-ratus yang tersohor kepada Peradaban Kepulauan Melayu – serta menjadi sumbangan mereka kepada zaman pelayaran di Barat ( Age of Discovery ), yang pula membawa kepada pencerobohan serta penjajahan di Gugusan Kepulauan Melayu.

Satu daripada beberapa peninggalan Peradaban Kepulauan Melayu yang masih ada, dan yang harus dipertahankan, adalah ribuan Kampung Air yang berselerak di Kepulauan ini. Kedudukan khazanah peradaban ini harus dipelihara dan dipertahankan sebagai pengenalan kepada Peradaban Kepulauan Melayu dan tumpuan perdagangan pelancungan bagi Komuniti ASEAN.

5. Hingga ke hari ini, Bahasa Melayu masih menjadi bahasa ibunda di Malaysia, Indonesia dan Brunei. Begitu juga dengan halnya di beberapa daerah di Lautan Teduh, Lautan Hindi dan Benua Asia. Beberapa universiti di dunia telah mula mengadakan pengajian budaya dan Bahasa Melayu. Malangnya semenjak Merdeka tidak ada usaha bersungguh oleh Kerajaan Malaysia untuk mendirikan Pusat Bahasa dan Pengajian Melayu di luar negeri

Sudah tiba masanya Malaysia mengadakan Pusat Bahasa atau Pengajian Melayu di negara-negara tertentu sebagai pusat pengenalan akan Peradaban Melayu – tidak hanya mengharapkan negara luar berbuat demikian.

Dan lagi, Bahasa Melayu hendaklah dijadikan sebagai bahasa resmi dalam ASEAN, dan diangkat semula sebagai bahasa perdagangan dalam Komuniti yang sedang dibangun sekarang.

Tan Sri Dato’ Mohd Yusof Hitam
Pengerusi Majlis
Lembaga Peradaaban Melayu (ADAB) : Kuala Lumpur, 27hb. Julai 2015

Memahami kedudukan Islam dalam Perlembagaan


Islam adalah agama bagi Persekutuan Malaysia. Ini dinyatakan dengan jelas dalam Perkara 3(1) Perlembagaan Persekutuan. Peruntukan yang sama juga menyatakan bahawa agama lain bebas diamalkan dengan aman dan damai di mana-mana tempat di Malaysia. Apakah yang dimaksudkan dengan Islam sebagai agama Persekutuan tidak dijelaskan dalam Perkara 3(1) tersebut.

Tambahan lagi, perkataan ‘Islam’ itu sendiri tidak diberikan sebarang definisi dalam Perlembagaan. Ini sudah mendatangkan kerumitan kerana Islam adalah suatu terma yang spesifik dan ketiadaan definisi Islam akan mengundang pelbagai tafsiran yang tersendiri oleh para Hakim di Mahkamah.

Menurut pemahaman biasa sekiranya dikatakan “Islam adalah agama saya”, maka orang itu hendaklah menerima dan menganuti kesemua rukun Islam dan rukun Iman. Ini bermakna orang itu hendaklah percaya kepada kewujudan Allah, malaikat, nabi dan rasul, kitab, hari kiamat, qadha dan qadar. Orang itu juga perlu mengucap dua kalimah syahadah, bersolat, berzakat, berpuasa dan menunaikan haji. Namun, kesemua ritual ini tidak dapat dilakukan oleh Persekutuan kerana Persekutuan Malaysia bukanlah satu makhluk yang cukup umur dan mukallaf.

Justeru, apakah yang dikatakan bahawa Islam itu agama Persekutuan? Almarhum Abul A’la Al-Mawdudi dalam bukunya “Towards Understanding Islam, (1960)“ menyatakan bahawa Islam itu adalah suatu perkataan Arab yang bermaksud penyerahan diri dan ketaatan yang penuh dan sempurna kepada Allah (“Islam is an Arabic word and connotes submission, surrender and obedience. As a religion, Islam stands for complete submission and obedience to Allah.”).

Adakah takrifan yang diberikan oleh Al-Mawdudi ini sesuai untuk dimasukkan dalam pentafsiran kepada Perkara 3(1) Perlembagaan? Agak sukar untuk menggunakan tafsiran Al-Mawdudi ini kerana Persekutuan bukanlah boleh dipersembahkan suatu penyerahan diri dan ketaatan kepada Allah swt.

Oleh itu, cara yang paling tepat adalah dengan melihat sendiri peruntukan lain dalam Perlembagaan yang menyebut berkaitan Islam ini supaya kefahaman yang benar dapat dicapai.

Antara peruntukan yang berkaitan adalah seperti berikut:

Perkara 3(1) – Islam ialah agama bagi Persekutuan; tetapi agama-agama lain boleh diamalkan dengan aman dan damai di mana-mana Bahagian Persekutuan.

Perkara 11(1) – Tiap-tiap orang berhak menganuti dan mengamalkan agamanya dan, tertakluk kepada Fasal (4), mengembangkannya.

Perkara 11(4) – Undang-undang Negeri dan berkenaan dengan Wilayah-Wilayah Persekutuan Kuala Lumpur, Labuan dan Putrajaya, undang-undang persekutuan boleh mengawal atau menyekat pengembangan apa-apa doktrin atau kepercayaan agama di kalangan orang yang menganuti agama Islam.

Perkara 12(2) – Tiap-tiap kumpulan agama berhak menubuhkan dan menyenggarakan institusi-institusi bagi pendidikan kanak-kanak dalam agama kumpulan itu sendiri, dan tidak boleh ada diskriminasi semata-mata atas alasan agama dalam mana-mana undang-undang yang berhubungan dengan institusi-institusi itu atau dalam pentadbiran mana-mana undang-undang itu; tetapi adalah sah bagi Persekutuan atau sesuatu Negeri menubuhkan atau menyenggarakan atau membantu dalam menubuhkan atau menyenggarakan institusi-institusi Islam atau mengadakan atau membantu dalam mengadakan ajaran dalam agama Islam dan melakukan apa-apa perbelanjaan sebagaimana yang perlu bagi maksud itu.

Perkara 150 (6A) – Fasal (5) tidak boleh memperluas kuasa Parlimen mengenai apa-apa perkara hukum Syarak atau adat Melayu atau mengenai apa-apa perkara undang-undang atau adat anak negeri di Negeri Sabah atau Sarawak; dan juga Fasal (6) tidak boleh menjadikan sah mana-mana peruntukan yang tidak selaras dengan peruntukan Perlembagaan ini yang berhubungan dengan apa-apa perkara sedemikian atau berhubungan dengan agama, kewarganegaraan, atau bahasa.

Berdasarkan peruntukan Perlembagaan yang dinyatakan di atas bahawa Islam dalam Perlembagaan itu adalah berlainan dengan kefahaman Islam sebagai agama diri seseorang. Dalam Perlembagaan, Islam yang dimaksudkan itu lebih kepada perkara yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan secara pentadbiran.

Manakala, pemahaman kebanyakan orang adalah Islam itu adalah sebagai cara hidup (ad-deen) maka Malaysia perlulah menjadikan semua warganegaranya menggunakan Islam sebagai ad-deen. Pemahaman begini sukar diamalkan kerana Islam yang dalam bentuk pemahaman begini tidak wujud semenjak merdeka lagi.

Oleh itu, jika dikatakan Islam sebagai agama Persekutuan dalam konteks pentadbiran dan struktur kenegaraan adalah lebih tepat berpandukan kepada amalan yang diamalkan selama ini. Islam banyak mempengaruhi kehidupan rakyat Malaysia namun ada batasan tertentu yang ditetapkan dalam Perlembagaan itu sendiri.

Tidak syak lagi bahawa Perlembagaan membenarkan mana-mana penganut agama Islam untuk beramal dengan agamanya selagi ianya tidak membawa isu kemudaratan dan keselamatan. Agama lain juga boleh diamalkan meskipun Islam itu dinamakan sebagai agama Persekutuan. Ianya tidak memaksa penganut agama lain untuk bertukar agama.

Islam diberikan sedikit kelebihan apabila Persekutuan dan negeri-negeri boleh membelanjakan wang kerajaan untuk menjaga institusi berkaitan agama Islam. Begitu juga semasa darurat, tiada undang-undang boleh dibuat sehingga mengganggu gugat kedudukan Islam dalam Perlembagaan.

Oleh kerana, struktur pentadbiran Islam ini adalah dalam bidangkuasa negeri, maka kebanyakan hal-ehwal Islam itu dipelihara dan ditadbirkan oleh negeri tersebut. Negeri-negeri diberikan bidangkuasa untuk menggubal undang-undang berkaitan undang-undang diri dan keluarga bagi orang yang menganut agama Islam, pewarisan, berwasiat dan tidak berwasiat, pertunangan, perkahwinan, perceraian, mas kahwin, nafkah, pengangkatan, kesahtarafan, penjagaan, alang, pecah milik dan amanah bukan khairat; Wakaf dan takrif serta pengawalseliaan amanah khairat dan agama, pelantikan pemegang amanah dan pemerbadanan orang berkenaan dengan derma kekal agama dan khairat, institusi, amanah, khairat dan institusi khairat Islam yang beroperasi keseluruhannya di dalam Negeri; adat Melayu; Zakat, Fitrah dan Baitulmal atau hasil agama Islam yang seumpamanya; masjid atau mana-mana tempat sembahyang awam untuk orang Islam, pewujudan dan penghukuman kesalahan yang dilakukan oleh orang yang menganut agama Islam terhadap perintah agama itu, kecuali berkenaan dengan perkara yang termasuk dalam Senarai Persekutuan; keanggotaan, susunan dan tatacara mahkamah Syariah; mengawal pengembangan doktrin dan kepercayaan di kalangan orang yang menganut agama Islam; penentuan perkara mengenai hukum dan doktrin Syarak dan adat Melayu.

Kesimpulannya, memahami maksud Islam sebagai agama Persekutuan bukanlah suatu perkara yang mudah kerana ianya memerlukan taakulan terhadap lain-lain peruntukan dalam Perlembagaan. Memahami bahawa Persekutuan menganut agama Islam sebagaimana seorang individu menganut agama Islam bukanlah suatu pemahaman yang tepat.

Oleh kerana, Islam telah diangkat sebagai agama Persekutuan maka Islam mempunyai kelebihan berbanding dengan agama lain yang mana kerajaan boleh membiayai perbelanjaan untuk institusi-institusi berkaitan dengan agama Islam.

Selain itu, Islam diberikan tempat yang agak tinggi di tiap-tiap negeri di Malaysia kerana pentadbiran agama Islam adalah terletak dalam bidangkuasa negeri itu sendiri. Persoalannya, sejauh manakah negeri-negeri itu telah berjaya mengangkat Islam sebagai suatu agama yang murni dan boleh diterima oleh semua rakyat Malaysia.

 

SUMBER:  https://malaysiadateline.com/memahami-kedudukan-islam-dalam-perlembagaan/

TRADISI ILMU SAINS DALAM TAMADUN MELAYU


Salam, terlalu banyak jika hendak saya perkatakan mengenai masyarkat melayu dan budayanya. Tetapi apa yang perlu difahami ialah elemen kemanusiaan menjadi perkara paling penting dalam setiap diri manusia yang bernama melayu itu, yang bermaksud orang melayu itu sangat peka akan rasa atau perasaan orang lain. Budaya bukan sahaja memaparkan seluruh kemampuan akal dan budi, namun kemampuan akal itu telah menuntut orang melayu untuk meggunakan seluruh kuderat, daya dan usaha dalam meneroka khazanah alam, melalui kerja dan karya. Alam sebagai sumber budaya bendawi boleh dimanipulasikan untuk kepentingan sendiri. Interaksi dengan alam bukan sekadar melahirkan pengalaman kehidupan tetapi juga melahirkan kiasan, misalan ,analogi, perbilangan, perumpamaan, peribahasa, pantun dan sebagainya untuk dijadikan panduan kehidupan. Seluruh khazanah falsafah sosial ini lahir daripada pengamatan orang melayu terhadap alam.
Saudara sekalian, orang melayu mampu mengkategorikan, menyusun dan mengklasifikasikan seluruh khazanah herba yang dihasilkan oleh hutan tropika di sekitarnya. Mereka kenal segala tumbuhan, mereka tahu khasiat dan fungsi setiap akar kayu, kulit kayu, teras kayu, daun kayu, buah kayu dan pucuk kayu. Mereka juga paham akan ikan di air, segala binatang di hutan, segala unggas dan serangga yang berterbangan di udara, kokok ayam dan kicau burung, mereka tahu bila hari akan siang dan bila kan malam. Segala sumber alam adalah ilmu kepada mereka. Seorang pelombong akan meminta bantuan kepakaran pawang bijih untuk menyeru agar bijih dapat dikeluarkan dari tempat asalnya. Pawang bijih menyeru melalui pengetahuan ilmu asal usul galian atau logam berkenaan. Gabungan antara ilmu bendawi dan bukan bendawi digunakan, antara yang natural dan super natural disatukan untuk mencapai matlamat. Gabungan ini juga boleh disebut sebagai sains awal melayu.
Asal embun menjadi air,
 
Asal air menjadi buih,
 
Asal buih menjadi batu
 
Asal batu menjadi bijih.
Bomoh pawang dan dukun adalah manusia melayu yang istimewa. Mereka bukan sahaja memahami fakta alamiah, tetapi juga memahami yang bukan alami atau ghaib. Mereka boleh berkomunikasi dengan yang ghaib, boleh memanipulasikan kuasa ghaib untuk kepentingan manusia. Ilmu ini dinamai magis oleh para pengkaji antropologi. Pawang ular,pawang buaya, pawang gajah, pawang kayu, pawang besi dan pawang bijih, malah bomoh urut mampu menghuraikan kepada kita unsur-unsur asal usul setiap kejadian, baik manusia mahupun bukan manusia. Jika kita membaca atau mendengar mantera-mantera yang digunakan oleh pawang-pawang dan bomoh ini maka kita akan temui ilmu asal-usul kejadian ini. Sebagai contoh pawang buaya perlu mengetahui asal usul buaya tersebut dan akan menyerunya menggunakan jampi serapah yang mempunyai unsur-unsur kejadian haiwan tersebut. Pawang dan bomoh serta dukun ini bolehlah dianggap sebagai saintis melayu tradisional atau awal.
Seperti juga saintis yang harus mengetahui asal kejadian sesuatu haiwan yang dikajinya daripada embrio atau telur maka pawang ini juga mempunyai ilmu mereka yang tersendiri untuk mendefinisikan asal kejadian haiwan tersebut. Pendek kata pawang-pawang haiwan ini boleh dianggap sebagai ahli zoologi melayu tradisional. Mereka bukan sahaja perlu mengetahui asal usul sesuatau haiwan tersebut malah perlu mengetahui jenis makanan kesukaannya, habitatnya dan tabiat haiwan tersebut. Tugas ini tidak ada bezanya dengan seorang zoologist profesional pada zaman ini. Pawang gajah misalnya perlu mengetahui konsep gajah berang yang memerlukan beliau memahami psyikologi seekor gajah kerana gajah adalah sejenis haiwan yang pintar. Pawang gajah harus tahu apakah perkara yang boleh menyebabkan si gajah naik berang dan si gajah tenang semula. Ilmu ini juga perlu untuk diaplikasikan bagi menangkap gajah yang liar. Pawang gajah juga harus mempelajari cara membuat ubat-ubat tertentu untuk digunakan kepada gajah. Malah pada suatu ketika mungkin pawang gajah dikehendaki membuat gajahnya berang bagi tujuan taktik peperangan. Semua ilmu ini harus dimiliki oleh seorang pawang gajah selain daripada bantuan ilmu supra natural. Oleh itu yang membezakan diantara pawang gajah dan seorang ahli zologist hanyalah dari sudut metodologi yang digunakan mereka. Yang satunya bersandarkan rasional saintifik dan yang satu lagi berdarkan peng-alam-an dan ilmu rasa serta bantuan ghaib.
Seorang bidan dan tukang urut pula perlu memahami struktur anatomi tubuh badan manusia baik lelaki mahupun wanita. Mereka tahu akan segala urat, nadi, tulang, otot dan kedudukan organ-organ dalam tubuh tanpa perlu mebedahnya. Apabila diurut mereka bukan sahaja mengurut urat dan otot malah menekan, menggosok seluru badan untuk memastikan kelancaran perjalanan darah. Semua ini saya alami secara peribadi kerana nenek saya adalah seorang bidan kampung yang sering mengurut. Beliau mampu mengetahui bahagian mana yang paling perlu diurut dan bahagian mana yang perlu dibiarkan. Beliau juga mampu mengetahui punca sesuatu sakit itu berlaku . ghal ini boleh disamakan dengan kedah diagnosis yang dijalankan oleh para doctor moden. Malah ada bidan atau dukun yang boleh mendiagnos pesakitnya hanya dengan melihat caranya bernafas, berjalan, memek muka dan cara pesakitnya bercakap. Walau semoden manapun ilmu perubatan yang kita punyai sekarang namun pada suatu ketika ada juga penyakit yang tidak dapat diubati oleh para doktor moden dan hanya boleh diubati oleh dukun, tabib dan bidan sahaja.
Mengikut teori melayu apabila perjalanan darah itu lancar, tubuh akan pulih dan sihat. Perkara inilah yang sering keluar dari mulut nenek saya. Hal ini menunjukkan bahawa bomoh dan bidan melayu faham akan unsur yang empat iaitu air, api, tanah dan angin yang digunakan bukan sahaja untuk mengesani ketidak seimbangan tetapi juga keserasian. Perkara ini saling tidak tumpa seperti konsep Ying dan Yang dalam masyarakat cina. Matlamat ilmu melayu yang terakhir adalah mereka mengutamakan keseimbangan dan keserasian setiap unsur alam, lantaran ilmu sains proto mereka ini berpaksi pada hukum alam, namun ini bukan bermakna mereka mengamalkan survival of the fittest seperti yang didogmakan oleh Darwin, tetapi mereka mengutamakan keseimbangan atau equilibrium, homeostasis.
Apabila saintis tradisional ini berinteraksi dengan alam ghaib , mereka bukan sahaja dapat mengawal dan memanipulasi tetapi dapat menggunakannya untuk kepentingan kolektif masyarakat. Mereka memanipulasi segala makhluk ghaib untuk menganiaya manusia lain, mereka juga menggunakan makhluk gahib untuk perlindungan dan kerja-kerja berat. Mereka tahu dimana ruang tempat duduk makhluk tersebut, samaada di air, di laut mahupun di darat. Orang melayu mengkategorikan segala unggas, binatang dan serangga hanya memiliki semangat dan nyawa tetapi manusia mempunyai roh, semangat dan juga nyawa. Sehubungan dengan itu orang melayu mampu mengkategorikan hieraki kegaiban. Dikemuncak pyramid ialah tuhan yang maha esa, dibawahnya ialah segala malaikat, kemudian segala dewa dan jin, diikuti segala roh para anbiya dan wali, diikuti pula dengan roh nenek moyang, segala penuggu hantu raya dan jembalang tanah, puaka air, mambang tanah dan semangat.
Dari alam sekitar juga mereka dapat memahami dan menaakul bahawa batas sempadan alam ini adalah terlalu luas suajana mata memandang, tetapi mereka meletakkan penanda juga dari sumber alam seperti bukit bukau, gunung ganang, kaki langit, pokok sungai dan lain-lain. Alam yang makro kosmos ditandai dari muka bumi ke kaki langit dan terus keawan. Mereka mengetahui bahawa langit itu berlapisan, mereka tahu ada bulan dan bintang serta ada matahari. Mereka juga tahu tentang air, tali air, punca air, mata air, tali arus, pasang surut laut, mereka tahu tentang masa dan hubungan masa, pergerakan bulan dan hubungannya dengan sumber ikan, sekilas ikan di air, sudah tahu jantan betinanya. Secara mikro kosmos mereka tahu tentang jarak, masa dan ruang. Mereka mengukur jarak dengan sejengkal, sehasta, serantai, mereka juga mengukur masa denga ukuran jarak, seperti segalah, sepuntung, sepurnama ,sepekan dan selikur atau 20 hari.
Ilmuan melayu mempunyai pengetahuan proto sains ialah seorang yang dapat mengenal, mahupun menyusun dan membuat penjenisan disamping mengetahui asal usul serta faktor sebab dan akibat dan peranan setiap persoalan yang dikemukakan. Walaupun ada yang pandai dan tahu malah mahir dalam hal tertentu seperti bomoh, dukun, pawang ,bidan , pemimpin adat dan panglima tetapi terdapat satu lagi kategori ilmuan melayu yang penting terutama semenjak orang melayu memeluk agama islam. Ilmuan tersebut digelar pak lebai, tok guru, tok alim, ulama dan ustaz. Kelompok ini adalah orang istimewa yang menguasai ilmu berkenaan keagamaan. Tradisi Islam di alam melayu melahirkan ramai ilmuan Islam yang banyak menulis kitab-kitab jawi dalam pelbagai bidang keagamaan. Tradisi keberaksaraan juga turut berkembang melalui agama Islam, tulisan jawi menjadi tulisan melayu. Seluruh kesultanan melayu di alam melayu memiliki khazanah ilmu agama yang kini terdapat di pasantren, pondok dan dayah.
Namun demikian masuknya unsur tradisi barat ke alam melayu telah banyak menghakis dan meruntuhkan seluruh ilmu budaya melayu dan menjadikannya sebagai mitos, tidak ilmiah, tidak rasional, tidak menguntungkan dari segi pekerjaan dan sebagainya. R.O Winsted misalnya telah memainkan peranan memperkecilkan perundangan melayu yang dimasukkannya sebagai salah satu daripada korpus kesusasteraan melayu seperti Hukum kanun Melaka dan undang-undang Johor serta lain-lain. Karya-karya ini tidak dianggap sebagai sebuah karya undang-undang melayu tetapi sebaliknya sebagai karya sastera. Malahan seluruh penulisan keagamaan dikategorikan oleh beliau sebagai sastera kitab dan tidak dilihat sebagai sumber ilmu agama Islam hasil karya ulama tempatan.
Secara halus R.O Winsted dan mereka yang sepertinya sudah memainkan peranan meruntuhkan korpus ilmu sains dan proto sains melayu. Kita juga tanpa disedari terperangkap tanpa ada usaha menolak klasifikasi R.O Winsted dan merekonstruksi semula berdasarkan kesesuaian zaman. Dengan kemunculan dan pengukuhan tradisi berbahasa inggeris, dan barangkali pada masa kini kita orang melayu tidak boleh menegur sesuatu pihak, apakah mungkin pintu akal budi melayu akan tertutup. Pada saat ini seluruh korpus dan khazanah melayu dilihat dalam kerangka tradisi moden, saintifik atau tidak saintifik, maka apa jua yang keluar dari budaya melayu dinilai tradisional, tidak saintifik berbanding yang barat, moden dan saintifik. Malah seluruh sejarah melayu disebut mereka penuh dengan unsur campur aduk antara fakta dengan fantasi. Penulisan historiografi melayu seperti Sulalatus Salatin, Hikayat merong mahawangsa, Misa melayu, Hikayat Banjar, Hikayat Pasai dan lain-lain Cuma sesuai disebut sebagai karya historiografi berunsur sastera sahaja. Seluruh sistem ukuran dan konsepsi ruang melayu yang tidak jelas, kurang asas matemalicalization dilihat kurang saintifik dan tidak mekanikal. Selain daripada usaha barat merosakkan ilmu melayu, orang melayu sendiri juga berkeyakinan kepada idea ilmu barat dan turut memberikan penilaian yang sama bodoh. Oleh itu marilah kita berusaha untuk menyingkap tabir akal melayu. Membuka pintu ilmu melayu dan membentang alam ketamadunan melayu seluas-luasnya. Sekian, wallah hu a’lam.
Sumber : http://lokalgenius.blogspot.com

Pendermaan Organ Menurut Perspektif Islam


organ01

Hukum Pendermaan organ bukan lagi persoalan baru di Malaysia. Fatwa asas mengenainya telah dibuat sejak pada tahun 1970 lagi. Jawatankuasa Fatwa Bagi Majlis Hal Ehwal Agama Islam Malaysia dalam mesyuaratnya yang pertama pada 23 & 24 Jun 1970 telah memutuskan bahawa pemindahan mata dan jantung daripada orang mati kepada orang hidup hukumnya harus.
Orang Islam masih beranggapan bahawa  individu yang menderma organ seolah-olah akan tidak sempurna jasadnya ketika dikebumikan kelak. Namun sebenarnya Islam tidak melarang akan proses pendermaan organ ini  kerana ia sesuatu amalan yang mulia dan satu lagi bentuk kebajikan.

organ02

Dari sudut Islam, pemindahan organ hukumnya adalah harus berserta dengan syarat-syarat seperti di bawah:
• Tidak ada alternatif lain yang boleh menyelamatkan nyawa pesakit
• Tidak mendatangkan mudarat yang lebih besar kepada penderma dan penerima organ.
• Pendermaan organ hendaklah dilakukan dengan ikhlas dengan niat untuk membantu kerana Allah S.W.T.
• Pendermaan organ hendaklah mendapat keizinan penderma dan ahli keluarga atau warisnya.

Fatwa-fatwa di Malaysia Berkaitan Pendermaan Organ
• 1965 Fatwa negeri Perlis mengharuskan pemindahan kornea daripada orang yang telah meninggal dunia.
• 1970 Majlis Fatwa Kebangsaan mengharuskan pendermaan organ daripada penderma kadaverik kepada penderma hidup.
• 1989 Majlis Fatwa Kebangsaan menerima diagnosis mati otak sebagai diagnosis untuk kematian.
• 1995 Majlis Fatwa Kebangsaan mengharuskan penggunaan graf tisu untuk merawat pesakit.
• 1997 Fatwa negeri Sarawak mengharuskan pemindahan ginjal daripada penderma hidup dan penderma yang telah meninggal dunia.
Pendermaan Organ Sebagai Sedekah jariah
Menurut ulama  terkenal, Syeikh Yusof al-Qaradhawi, pendermaan organ terangkum di bawah satu daripada tiga amalan yang akan memberikan pahala berterusan selepas seseorang itu meninggal dunia. Beliau mengkategorikan perbuatan menderma organ sebagai sedekah jariah. Beliau juga berhujah mengenai keharusan pendermaan organ dengan mengatakan bahawa daripada dibiarkan jasad dimamah tanah selepas kematian, adalah lebih baik organ yang boleh digunakan itu didermakan bagi tujuan menyelamatkan nyawa orang lain.

Majlis Fatwa Kebangsaan sejak 23 Jun 1970 menetapkan garis panduan tertentu yang mengharuskan pendermaan dilakukan iaitu:
* Pemindahan organ boleh dilakukan selepas tiada pilihan atau jalan akhir untuk menyelamatkan seseorang yang organnya tidak berfungsi.
* Penderma atau pengikrar organ sudah disahkan meninggal dunia.
* Kebenaran diperoleh daripada ahli keluarga si mati.
* Tidak ada unsur perdagangan atau jual beli bagi organ itu.
Keputusan Lujnah Fatwa (Jawatankuasa Syariah)
1. Pemindahan atau pendermaan organ adalah haram dalam keadaan bukan darurat, manakala hukumnya harus dalam keadaan darurat.
2. Orang yang mati otak adalah dihukumkan mati.

Pemindahan organ ada dua keadaan iaitu:
i)  Keadaan penderma masih hidup
* Menjalankan kajian perubatan dengan cara terperinci dan profesional tentang kebaikan dan keburukan pemindahan ini, kejayaan dan kegagalan pemindahan.
* Dengan reda penderma, tanpa paksaan.
* Sudah dipastikan pemindahan itu berjaya pada kebiasaannya.
* Keadaan darurat yang mendesak bagi menyelamatkan nyawa orang yang didermakan kepadanya, terutama yang ada hubungan nasab dan keluarga.
* Organ yang dipindahkan bukan dijadikan dagangan dan jual beli, dagangan dan jual beli hanya akan mengundang perbuatan khianat yang memberi mudarat kepada penerima, memberi keuntungan kepada orang tengah dan juga kesempatan kepada doktor-doktor yang tidak bertanggungjawab mengaut keuntungan.
* Kebenaran bertulis daripada penderma dan penderma dibolehkan menarik balik pada bila-bila masa.
ii) Keadaan penderma yang telah mati
* Menjalankan pemeriksaan perubatan dengan cara terperinci dan profesional tentang kebaikan dan keburukan pemindahan ini, kejayaan dan kegagalan pemindahan, ia memerlukan pemeriksaan rapi.
* Dengan reda penderma, melalui wasiat ataupun waris-waris dan perakuan daripada kerajaan.
* Sudah dipastikan pemindahan itu berjaya pada kebiasaannya atau dalam erti kata lain, pemindahan itu dijamin berjaya.
* Dilakukan pemindahan itu dengan penuh disiplin ilmu, iman dan takwa, penghormatan yang sewajarnya kepada si mati mengikut hukum syarak serta tiada unsur-unsur penghinaan.
* Keadaan darurat yang mendesak bagi menyelamatkan nyawa orang yang didermakan kepadanya, terutama yang ada hubungan nasab dan keluarga.
* Organ yang dipindahkan bukan dijadikan dagangan dan jual beli, hanya akan mengundang perbuatan jenayah yang memberi mudarat kepada penerima, memberi keuntungan kepada orang tengah dan juga kesempatan kepada doktor-doktor yang tidak bertanggungjawab mengaut keuntungan.
Mati otak
* Menjalankan pemeriksaan perubatan dengan cara professional tentang berlakunya mati otak.
* Digalakkan mendapat persetujuan dari keluarga terdekat dari suami, anak, ibu dan bapa.
* Perakuan tentang berlakunya mati otak hendaklah dilakukan oleh sekurang-kurangnya tiga doktor profesional (doktor Islam diutamakan).
* Sekiranya dengan kecanggihan rawatan perubatan (sains dan teknologi) boleh mengubat, maka suasana ini gugur.

Suntingan dari sumber : Jabatan Kemajuan Islam Malaysia( JAKIM)
Utusan Malaysia  14/10/2010

PENTINGNYA MENJAGA WARISAN ALAM


Pentingnya menjaga warisan alam

 14_01_2010

IBU BAPA berperanan mendekatkan anak-anak dengan alam sekitar.

 

Jika kita dengarkan kembali lagu Hijau dendangan Zainal Abidin yang pernah hangat satu ketika dulu, pasti kita sedar akan mesej yang cuba disampaikan tentang betapa eratnya alam sekitar dengan manusia.

Bait-bait awal dalam lagu tersebut ‘Bumi yang tiada rimba, seumpama hamba, dia dicemar manusia, yang jahil ketawa‘ memberi isyarat yang jelas kepada kita sebagai manusia atau satu-satunya makhluk yang mempunyai akal untuk berfikir dan bertindak sewarasnya dalam menjaga warisan alam sekitar yang tidak terbanding ini.

Selagi kita terus mengamalkan sikap negatif dan acuh tak acuh dalam mengekalkan alam sekitar yang bersih, indah dan tidak tercemar, maka kita sendiri akan menerima padahnya.

Buktinya, hari ini perubahan cuaca yang tidak menentu, penipisan lapisan ozon, kesan rumah hijau, banjir kilat, kenaikan suhu global, pencemaran udara dan air bertoksik adalah antara kesan buruk yang terpaksa ditanggung oleh kita kerana kealpaan dalam menjaga alam sekitar.

Banyak pihak yakin bahawa salah satu cara terbaik untuk memelihara dan memulihara alam sekitar adalah dengan memberikan pendidikan awal kepada golongan kanak-kanak.

Melentur buluh

Bukanlah alasan yang bijak jika kita mengatakan anak-anak masih terlalu kecil dan mentah untuk memahami keperluan menjaga alam sekitar.

Pepatah ‘melentur buluh biarlah dari rebungnya’ memberi maksud bahawa anak-anak perlu diasuh sebaik mungkin pemikiran dan sikapnya untuk menjaga alam sekitar supaya mempunyai rasa bertanggungjawab yang dibawa sehinggalah mereka menjadi dewasa.

Banyak inisiatif yang boleh difikirkan dan diamalkan oleh ibu bapa terutamanya dalam kehidupan seharian di rumah.

Sebagai memberi kesedaran dan pendidikan awal tentang penjagaan alam sekitar, ibu bapa boleh membelikan atau membawa anak-anak ke perpustakaan untuk membaca bahan-bahan yang berkaitan.

Sebagai alternatif lain, ibu bapa boleh mengajak anak-anak untuk melayari laman-laman web seperti http://www.kitarsemula.com, http://www.kid-at-art.com atau http://www.compostguide.com dan sebagainya yang sarat dengan maklumat, panduan dan petua penjagaan alam sekitar.

Melalui bahan-bahan pembacaan seperti ini, secara umumnya anak-anak akan dapat menghayati konsep 3R dalam penjagaan alam sekitar, iaitu ‘reduce” (kurangkan), ‘reuse‘ (gunakan semula) dan ‘recycle‘ (kitar semula).

Anak-anak perlu diberitahu akan fakta-fakta yang bersifat realisitik tentang alam sekitar. Misalnya, beratus-ratus pokok dapat diselamatkan daripada ditebang jika kertas-kertas terpakai dikitar semula secara bijak.

Kitar semula

Begitu juga fakta bahawa kitar semula bahan buangan mampu menjimatkan kos pengendalian pembuangan sampah sarap sehingga ratusan juta ringgit oleh kerajaan.

Antara usaha-usaha lain dalam penjagaan alam sekitar yang boleh diterapkan kepada anak-anak di rumah adalah:

 Mengasuh anak-anak menggunakan sumber alam secara berhemah terutama penggunaan air dan elektrik. Sebagai contoh, air mandian dan basuhan di dapur boleh dikitar semula untuk menyiram tanam-tanaman. Suis elektrik dan lampu perlu dimatikan jika tidak digunakan lagi.

 Menggalakkan anak-anak untuk tidak membuang sampah merata-rata tetapi buang di tempat yang sepatutnya. Adalah lebih baik juga untuk mendidik dan memberikan contoh kepada mereka dengan mengasingkan jenis-jenis sampah yang boleh dan tidak boleh dikitar semula seperti botol plastik, kaca, kertas dan sebagainya.

Wujudkan tong sampah di rumah mengikut jenis-jenis bahan buangan tersebut bagi memudahkan anak-anak membuang sampah mengikut kategorinya.

 Mengajar anak-anak untuk mengumpulkan bahan buangan seperti tin aluminium dan surat khabar lama dan seterusnya dibawa ke pusat kitar semula yang memberikan bayaran ke atas bahan-bahan tersebut.

Anak-anak akan turut berminat menambahkan jumlah wang tabungan mereka dari semasa ke semasa dengan cara yang mudah sebegini.

 Beritahu anak-anak bahawa sisa-sisa makanan harian tertentu boleh dikitar semula menjadi ‘baja kompos’ yang boleh digunakan sebagai baja untuk menanam bunga atau sayur.

Dengan cara ini anak-anak akan turut dapat dididik akan konsep ‘berbakti kepada tanah’ dan memberikan pulangan melalui hasil tanaman bunga-bungaan atau sayur-sayuran.

 Majalah-majalah atau surat khabar lama boleh digunakan semula oleh anak-anak dengan cara mengumpulkan atikel-artikel tertentu untuk dijadikan buku skrap atau ensiklopedia peribadi tentang apa sahaja topik yang menjadi minat mereka.

 Ibu bapa perlu menerapkan sifat berjimat cermat seperti menggunakan semula barang-barang yang difikirkan tidak perlu seperti pakaian lama yang boleh dibuat kraf tangan menjadi beg, selimut, atau alas meja. Tin atau botol plastik pula boleh diubahsuai menjadi tabung, bekas alat tulis atau arca.

Pakaian milik anak-anak yang tidak lagi digunakan mungkin boleh didermakan kepada anak-anak yatim atau badan-badan kebajikan.

Begitu juga dengan amalan di mana pakaian dan barang-barang permainan anak-anak boleh dihadiahkan kepada rakan-rakan mereka yang lain.

 Untuk mengurangkan penggunaan beg plastik terutamanya yang berunsurkan styrofoam dan tidak mamu dilupuskansecara semulajadi, terapkan amalan membawa beg sendiri dalam diri kita dan anak-anak ketika hendak membeli-belah.

 Galakkan anak-anak untuk menyertai program yang berkaitan dengan pemeliharaan alam sekitar. Misalnya menyertai program gotong royong membersihkan kawasan kejiranan, menyertai ceramah atau kempen penjagaan alam sekitar dan sebagainya.

Kita perlu sedar bahawa walaupun sumbangan kita dan anak-anak terhadap pemeliharaan dan penjagaan alam sekitar nampak seperti terlalu kecil, namun jika semua pihak mempunyai rasa tanggungjawab yang serupa, sudah tentu ia akan menjadi begitu berkesan dan bermakna.

Sikap positif dalam menjaga warisan alam sekitar sebegini diharapkan akan menular menjadi budaya yang akan terus dipraktikkan oleh anak-anak kita ini pada masa hadapan dan diperturunkan kepada generasi seterusnya.

Sumber  Maklumat : Utusan Malaysia

14 Jan.2010

PENAPIS AIR CUKCOO

CUCKOO - PENAPIS AIR MINERAL BERALKALI RINGAN

MENDAULATKAN MARTABAT BANGSA

Adat bersaudara, saudara dipertahankan; adat berkampung, kampung dijaga; adat berbangsa, perpaduan bangsa diutamakan.